Kelompok
4
Manajemen
Operasional Lanjutan
“MRP
( Material Requirement Pkanning)”
Dosen
Pembimbing : Siti Nurhayati, SE,MM
Disusun
Oleh :
Zahrida
Putri Ragil (E2A015011)
Ilham
Fajar (E2A0150 )
Alita
Rahma (E2A0150 )
Muhammad
Edy. H (E2A015033)
S1
MANAJEMEN
FAKULTAS
EKONOMI
UNIVWESITAS
MUHAMMADIYAH SEMARANG
Tahun
2016/2017
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa, karena atas berkat Rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Makala initepat
pada waktunya. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan Makalah ini terjadi
banyak kekurangan yang mana disebabkan karena keterbatasan wawasan dan
kemampuan yang kami miliki. Oleh sebab itu saran dan kritik dari
teman-teman khususnya para dosen danpembimbing sangat kami harapkan demi
untuk perbaikan yang positif pada penulisan Makalah pada waktu yang akan
datang. Tak lupa pula kami ingin mengucapkan terima kasih kepada
seluruh pihak yang telah memberikan sumbangsih pemikiran yang sangat
berarti dan berharga buat kami sehingga penulisan Makalah ini dapat
terealisasi.
Semaarang,
24 Maret 2017
Penulis
Bab
I
Judul
: MRP ( Material Reqirement Planning)
![https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEizjTyhyspYpdAKVdiA54Jo8soBOSbOZbKnP4ULMq4pjFwpM1PhaxoGknb8lU9YGUj9D5qG5eeCK4nelVDmqhY5VsVXvIROe5BWTb_CNizUgNx-N0v2wB71OzCqGLykOBcaUFwRSy6VwCQ/s320/unhas.JPG](file:///C:/Users/ZAHRID~1/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image004.jpg)
BAB
II
Penduluan
1.1 Latar Belakang
Salah
satu cara untuk mengendalikan persediaan adalah dengan metode Material
Requierment Planning (MRP). MRP merupakan teknik pendekatan yang bertujuan
meningkatkan produktivitas perusahaan dengan cara menjadwalkan kebutuhan akan
material dan komponen untuk membantu perusahaan dalam mengatasi kebutuhan
minimum dari komponen-komponen yang kebutuhannya dependen dan menjamin
tercapainya produksi akhir. Material Requirement Planning muncul pada tahun
60an oleh Oliver Weight yang berasosiasi dengan Joseph Oirlicky, yang pertama
kali diterapkan di Toyota Company Jepang.
Banyaknya metode dalam manajemen material yang dapat digunakan untuk
menentukan waktu dan volume pengadaan material, mengharuskan para pengambil
keputusan harus menguasai setiap metode pengadaan material dalam manajemen
material, mengetahui kelebihan dan kekurangan setiap metode serta dapat
menggunakan metode yang tepat sesuai dengan keadaan yang dihadapi. Salah satu
metode didalam manajemen material adalahMaterial Requirement
Planning (MRP) yang pada mulanya adalah suatu metode pemesanan material,
maka pada saat ini metode tersebut telah digunakan sebagai alat perencanaan dan
pengawasan terhadap fungsi manajemen. Material requirement planning juga
merupakan konsep dari suatu mekanisme untuk menghitung material yang
dibutuhkan, kapan diperlukan dan berapa banyak.
2.1 Rumusan Masalah
a)
Apa Pengertian MRP?
b)
Apa tujuan dan komponen MRP?
c)
Apa saja kelemahan dan kelebihan dari
MRP?
d)
Bagaimana proses dari MRP ?
e)
Apa saja manfaat MRP?
f)
Bagaimana struktur MRP?
g)
Bagaimana manajemen MRP?
h)
Bagaimana dinamika MRP?
i)
MRP dan JIT
j)
Studi kasus MRP
BAB
III
Pembahasan
a) Pengertian MRP (Material Requirement Planning)
MRP
adalah lebih dari sekedar metode proyeksi kebutuhan-kebutuhan akan komponen
individual dari suatu produk. Sistem MRP mempunyai tiga fungsi utama : control
tingkat persediaan, penugasan komponen berdasar urutan prioritas, dan penentuan
kebutuhan kapasitas (capacity requirement)pada tingkat yang lebih detail
daripada proses perencanaan pada rough-cut capacity-requirements.
b) Tujuan dan Komponen MRP (Material Requirement Planning)
·
Tujuan MRP adalah menentukan kebutuhan
dan jadwal untuk pembuatan komponen-komponen subasembling-subasembling atau
pembellian material untuk memenuhi kebutuhan yang telah ditetapkan sebelumnya
oleh MPS. Jadi, MRP menggunakan MPS untuk memproyeksi kebutuhan akan
jenis-jenis komponen (component parts).
·
Elemen-elemen MRP :
1) Penjadwalan
Induk (Master scheduling) : Bertujuan untuk menentukan output fungsi operasi.
2) Bagan
Bahan (Bill of Material) : Bahan-bahan apa saja dan berapa kompisisi untuk
suatu produk.
3) Catatan
Sediaan (Inventory Record) : Catatan dari akumulasi transaksi sediaan yang terjadi
di perusahaan atau pabrik.
4) Perencanaan
Kapasitas (Capacity Planning)
·
Suatu cara membuat perencanaan
kapasitas, yaitu :
1) Rough
Cut Capacity Planning, perencanaan kapasitas pemotongan kasar yang lebih
sedikit melakukan kalkulasi.
2) Shop
Loading, perencanaan yang lebih akurat daripada Rough Cut Capacity
Planning.
3) Pembelian
(Purchasing) : Diperluas fungsinya tidak hanya sekedar membeli, tetapi termasuk
juga membangun kepercayaan pemasok.
4) Pengendalian
Pengelola Bengkel (Shop-floor Control) : Bertugas untuk mengendalikan aliran
bahan dengan memperhatikan lead time yang ada. Jangan sampai terjadi
penumpukan akibat tidak lancarnya aliran bahan.
c) Kelebihan dan
Kelemahan Material Requirement Planning
·
Kelebihan
MRP
1. Kemampuan
memberi harga lebih kompetitif
2. Mengurangi
harga penjualan
3. Mengurangi
Inventori
4. Pelayanan
pelanggan yang lebih baik
5. Respon
terhadap permintaan pasar lebih baik
6. Kemampuan
mengubah jadwal induk
7. Mengurangi
biaya setup
8. Mengurangi
waktu menganggur
9. Memberi
catatan kemajuan sehingga manager dapat merencanakan order sebelum pesanan
aktual dirilis
10. Memberitahu
kapan memperlambat akan sebaik mempercepat
11. Menunda
atau membatalkan pesanan
12. Mengubah
kuantitas pesanan
13. Memajukan
atau menunda batas waktu pesanan
14. Membantu
perencanaan kapasitas
·
Kelemahan MRP
Problem
utama penggunaan sistem MRP adalah integritas data. Jika terdapat data salah
pada data persediaan, bill material data/master schedule kemudian juga akan
menghasilkan data salah. Problem utama lainnya adalah MRP systems membutuhkan
data spesifik berapa lama perusahaan menggunakan berbagai komponen dalam
memproduksi produk tertentu (asumsi semua variable). Desain sistem ini juga
mengasumsikan bahwa "lead time" dalam proses in manufacturing sama
untuk setiap item produk yang dibuat. Proses
manufaktur yang dimiliki perusahaan mungkin berbeda diberbagai tempat. Hal ini
berakibat terjadinya daftar pesanan yang berbeda karena perbedaaan jarak yang
jauh. The overall ERP system dapat digunakan untuk mengorganisaisi sediaan dan
kebutuhan menurut individu perusaaannya dan memungkinkan terjadinya komunikasi
antar perusahaan sehingga dapat mendistribuskan setiap komponen pada kebutuan
perusahaan. Hal ini mengindikasikan
bahwa sebuah sistem enterprise perlu diterapkan sebelum menerapkan sistem MRP.
Sistem ERP system dibutuhkan untuk menghitung secara reguler dengan benar
bagaimana kebutuhan item sebenarnya yang harus disediakan untuk proses
produksi. MRP tidak mengitung jumlah
kapasitas produksi. Meskipun demikian, dalam jumlah yang besar perlu diterapkan
suatu sistem dalam tingkatan lebih lanjut, yaitu MRP II. MRP II adalah sistem
yang mengintegrasikan aspek keuangan. Sistem ini mencakup perencanaan kapasitas.
d) Proses MRP
Sistem
MRP memerlukan syarat pendahuluan dan asumsi-asumsi yang harus dipenuhi. Bila
syarat pendahuluan dan asumsi-asumsi tersebut telah dipenuhi, maka kita bisa
mengolah MRP dengan empat langkah dasar sebagai berikut :
·
NETTING (Penghitungan Kebutuhan Bersih).
Kebutuhan bersih (NR) dihitung sebagai nilai dari Kebutuhan Kotor (GR) minus
Jadwal Penerimaan (SR) minus Persediaan Ditangan (OH. Kebutuhan besih dianggap
nol bila NR lebih kecil dari atau sama dengan nol.
·
LOTTING (Penentuan Ukuran Lot). LAngkah
ini bertujuan menentukan besarnya pesanan individu yang optimal berdasarkan
hasil dari perhitungan kebutuhan bersih. Metode yang umum dipakai dalam
prakteknya adalah Lot-for Lot (L-4-L).
e) Manfaat MRP
Manfaat
MRP adalah :
1)
Peningkatan pelayanan dan kepuasan
konsumen.
2)
Peningkatan pemanfaatan fasilitas dan
tenaga kerja.
3)
Perencanaan dan penjadwalan persediaan
yang lebih baik.
4)
Tanggapan yang lebih cepatterhadap
perubahan dan pergeseran pasar.
5)
Tingkat persediaan menururn tanpa
mengurangi pelayanan kepada konsumen
f) Struktur MRP
Struktur
Sistim Material Requirement Planning (MRP)
Cara
kerja sistim MRP adalah sebagai berikut: pesanan produk dijadikan dasar untuk
membuat skedul produksi master atau Master Production Schedule (MPS) yang
memberikan gambaran tentang jumlah item yang diproduksi selama periode waktu
tertentu. MPS dibuat berdasarkan pada peramalan kebutuhan akan peralatan yang
diperlukan, merupakan proses alokasi untuk mengadakan sejumlah peralatan yang
diinginkan dengan memperhatikan kapasitas yang dipunyai (pekerja, mesin, dan
bahan).
Bill of Material
mengidentifikasi material tertentu yang digunakan untuk membuat setiap item dan
jumlah yang diperlukan yang dapat disusun dalam bentuk pohon produk (product
structure tree). Bill of material ini merupakan sebuah daftar jumlah
komponen, campuran bahan dan bahan baku yang diperlukan untuk membuat suatu
produk. Bill of material tidak hanya menspesifikasikan produksi, tetapi juga
berguna untuk pembebanan biaya, dan dapat dipakai sebagai daftar bahan yang
harus dikeluarkan untuk karyawan produksi atau perakitan. Bill of material
digunakan dengan cara ini biasanya dinamakan daftar pilih.
Pohon
Struktur Produk (Product Structure Tree) Pohon Struktur Produk (Product
Structure Tree) adalah salah satu item informasi yang ada dalam Bill of
Material. Pohon Struktur Produk (Product Structure Tree) didefinisikan sebagai
bagan informasi tentang hubungan antara produk akhir dengan komponen-komponen
penyusun produk akhir. Struktur produk merupakan suatu informasi tentang
hubungan antara komponen dalam suatu perakitan, juga memberikan informasi
tentang semua item, seperti nomor komponen dan jumlah yang dibutuhkan pada
setiap pembelian. Struktur produk dibagi lagi menjadi dua jenis, yaitu :
·
Struktur produk single level yang
menggambarkan hubungan antara produk akhir komponen-komponen penyusunnya dimana
komponen-komponen tersebut langsung membentuk produk akhir atau berada satu
level di bawah produk akhir.
·
Struktur produk multi level yang
menggambarkan hubungan antara produk akhir dengan komponen penyusunnya dimana
komponen-komponen tersebut memerlukan komponen-komponen lain untuk membuatnya
dan begitu seterusnya. Bila dimisalkan untuk membuat 1 unit produk akhir X
diperlukan 2 unit komponen A dan 1 unit komponen B. Sementara untuk membuat 1
unit komponen B diperlukan 3 unit komponen C dan 1 unit komponen D. Dari
informasi tersebut dapat dibuat product structure tree sebagimana tersaji pada
gambar di bawah ini :
File
Catatan Keadaan Persediaan (inventory status), berisi data tentang jumlah unit
yang tersedia dan sedang dipesan, serta berbagai perubahan inventori sehubungan
dengan adanya kerugian akibat sisa bahan, pesanan yang dibatalkan, dll. Intinya
File Catatan Keadaan Persediaan (inventory status) menggambarkan status
semua item yang ada dalam persediaan, dimana semua item persediaan harus
diidentifikasikan untuk menjaga kekeliruan perencanaan, juga harus berisi data
tentang lead time, lot size, teknik lot size, persediaan cadangan dan catatan
penting lainnya. Tiga sumber tersebut, skedul master, bill of material, dan
inventory record menjadi sumber data bagi MRP yang akan menjabarkan skedul
produksi menjadi rencana skedul pemesanan secara detil untuk keseluruhan urutan
produksi.
Berikut secara ringkas dapat kita lihat hubungan
antara pertanyaan operasional yang dijawab, basis dan hasil yang diberikan oleh
pendekatan MRP :
QUESTION
|
BASIS
|
RESULT
|
What to order
|
|
|
How much to order
|
|
|
When to order
|
|
|
Format Skedul Material Requirement Planning (MRP)
Untuk dapat menentukan
kapan suatu komponen harus dipesan dan berapa jumlah yang harus dipesan, serta
kapan produk akhir harus dikerjakan dan kapan harus dikirim kepada pelanggan
dengan pendekatan MRp, maka perlu dibuat skedul MRP dengan format sebagai
berikut:
Item : Order Quantity :
|
||||||
Lead Time : Safety Stock :
|
||||||
Periods
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
N
|
Gross Requirement
|
|
|
|
|
|
|
Scheduled Receipts
|
|
|
|
|
|
|
Projected Available Balance/ On hand inventory
|
|
|
|
|
|
|
Net Requirement
|
|
|
|
|
|
|
Planned Order Receipts
|
|
|
|
|
|
|
Planned Order Releases
|
|
|
|
|
|
|
Keterangan
:
·
Item, adalah nomor komponen yang
direncanakan akan kebutuhannya.
·
Lead Time adalah periode yang
didefinisikan sebagai jangka waktu yang diperlukan untuk sebuah aktivitas (order
preparation, move, manufacture/ assembly/ purchase, receiving, inspection,
etc).
·
Order Quantity adalah kuantitas order
dari komponen yang harus dipesan berdasarkan Lot Sizing.
·
Safety Stock adalah tingkat persediaan
yang ditentukan oleh perencana untuk mengantisipasi adanya fluktuasi
permintaan.
·
Gross Requirement adalah total
antisipasi penggunaan untuk setiap komponen.
·
Dalam terminologi MRP, periode waktu
(time periods) disebut buckets dan biasanya satu minggu. MRP mengendalikan
inventori dan produksi dengan menggunakan konsep Time-phasing yakni
penghitungan waktu penyelesaian produk akhir dimana perhitungan berjalan mundur
untuk menentukan kapan setiap komponen harus dipesan.
Untuk
menyusun rencana kebutuhan dan waktu pemesanan serta penyelesaian pekerjaan,
langkah dasar proses material requirement planning adalah sebagai berikut :
1)
Tahap pertama adalah tahap menentukan
kapan pekerjaan harus selesai atau material harus tersedia agar jadwal induk
produksi (MPS) terpenuhi
2)
Netting, yaitu perhitungan kebutuhan
bersih yang besarnya merupakan selisih antara kebutuhan kotor dan keadaan
persediaan.
3)
Lotting, yaitu perhitungan untuk
menentukan besarnya pesanan setiap individu berdasarkan hasil perhitungan
netting. Dengan demikian Lotting merupakan proses penentuan ukuran pemesanan
untuk memenuhi kebutuhan bersih untuk satu atau beberapa periode sekaligus
sehingga dapat meminimalkan persediaan.
4)
Offsetting, yaitu perhitungan untuk
menentukan saat yang tepat dalam melakukan rencana pemesanan untuk memenuhi
kebutuhan bersih (netting), dimana rencana pemesanan diperoleh dengan
mengurangkan saat awal tersedianya kebutuhan bersih yang diinginkan dengan Lead
Time. Dengan kata lain, menentukan pelaksanaan perencanaan pemesanan (planned
order released), kapan pemesanan atau pembatalan harus dilakukan dengan
mempertimbangkan Lead Time. Waktu tunggu (lead time) yang diperlukan untuk
menentukan saat/tanggal perintah pesanan, di mana untuk menentukan saat/tanggal
perintah pesanan tersebut tergantung pada :
·
Waktu yang dibutuhkan untuk proses
produksi.
·
Waktu yang dibutuhkan untuk proses
administrasi pemesanan atau birokrasi perusahaan
·
Waktu yang dibutuhkan untuk kedatangan
pesanan mulai dari saat pemesanan sampai kedatangan pesanan (tergantung kepada
kesanggupan supplier untuk memenuhi pesanan)
·
Waktu yang dibutuhkan untuk proses
inspeksi pesanan
·
Waktu tunggu tersebut merupakan
penjumlahan secara kumulatif dari waktu tunggu tersebut di atas.
·
Explosion, yaitu perhitungan kebutuhan
kotor untuk tingkat yang lebih bawah, berdasarkan atas rencana produksi.
·
Mengulangi tahap 1 sampai tahap 5 untuk
setiap komponen.
·
Closed Loop dari Sistem Material
Requirements Planning.
MRP
merupakan suatu sistem pengolahan informasi yang memungkinkan perencanaan dan
pengawasan material dan kapasitas yang dibutuhkan untuk membuat produk akhir.
Closed-loop MRP merupakan suatu sistem diagram alir. Closed-loop MRP
mengembangkan suatu kebutuhan kapasitas dengan membandingkan utilitas kapasitas
yang direncanakan berdasarkan Master Production Schedule dan MRP terhadap
kapasitas yang tersedia untuk menentukan apakah rencana tersebut dapat dicapai
atau tidak. Jika suatu rencana yang fisibel sudah dikembangkan, pesanan (actual
order) dapat dilepaskan, dan kegiatan produksi dapat dikendalikan dengan cara
membandingkan hasil yang dicapai dengan rencana.
o
Asumsi
Material Requirement Planning (MRP)
Asumsi yang harus dipenuhi untuk dapat berhasil mengoperasikan MRP antara lain :
Asumsi yang harus dipenuhi untuk dapat berhasil mengoperasikan MRP antara lain :
1) Tersedia
data file yang terintegrasi yang berisi data status persediaan dan data tentang
struktur produk (harus teliti, lengkap dan up to date).
2) Lead
time untuk semua item diketahui atau diperkirakan.
3) Terkendalinya
setiap item diketahui atau dapat diperkirakan.
4) Tersedianya
semua komponen untuk setiap perakitan, pada saat pesanan perakitan tersebut
dilakukan. Maksudnya agar jumlah dan waktu kebutuhan kotor dari perakitan
tersebut dapat ditentukan.
5) Pengadaan
dan pemakaian terhadap komponen bahan bersifat diskrit.
6) Proses
pembuatan suatu item bersifat independent (tidak tergantung) terhadap proses
pembuatan item lainnya.
o
Lot
Sizing dalam Sistim Material Requirement Planning (MRP)
Penentuan
ukuran lot dalam MRP merupakan masalah yang komplek dan sulit. Lot Size
diartikan sebagai kuantitas yang dinyatakan dalam penerimaan pesanan dan
penyerahan pesanan dalam skedul MRP. Untuk komponen yang diproduksi di dalam
pabrik, lot size merupakan jumlah produksi, untuk komponen yang dibeli. Lot
size berarti jumlah yang dipesan dari supplier. Dengan demikian Lot size secara
umum merupakan pemenuhan kebutuhan komponen untuk satu atau lebih periode. Sebenarnya
ada banyak metode lot sizing yang dapat digunakan. Metode-metode tersebut
dikelompokkan berdasarkan karakteristik sifat lot sizing yang diinginkan apakah
statis atau dinamis. Secara singkat pengelompokkan tersebut dapat dilihat pada
bagan berikut:
Kebijakan
persediaan dikembangkan untuk menentukan kapan dilakukan penggantian kembali
(replenishment) persediaan dan berapa banyak harus dipesan dalam sekali
pemesanan. Keputusan tentang ukuran lot dan saat produksi sangat penting karena
menyangkut penggunaan tenaga kerja dan peralatan yang ekonomis. Teknik lot
sizing merupakan ukuran lot sizing (kuantitas pesanan) untuk memenuhi kebutuhan
bersih satu atau beberapa periode sekaligus. Dalam penerapan metode MRP
penentuan ukuran pesanan (lot) yang digunakan merupakan faktor yang terpenting.
Pemilihan teknik lot sizing yang akan digunakan mempengaruhi keefektifan sistem
MRP secara keseluruhan. Didalam pemilihan keputusan teknik lot sizing yang
digunakan, hal yang dipertimbangkan adalah biaya-biaya yang terjadi akibat
adanya persediaan (biaya persediaan), yaitu biaya pemesanan (ordering cost) dan
biaya penyimpanan (holding cost). Sampai saat ini ada sepuluh teknik lot sizing
yang menggunakan pendekatan level by level yang dapat digunakan, yaitu :
·
Jumlah pesanan tetap atau Fixed Order
Quantity (FOQ).
·
Jumlah pesanan ekonomi atau Economic
Order Quantity (EOQ)
·
Lot untuk lot atau Lot for Lot (LFL).
·
Kebutuhan periode tetap atau Fixed
Period Requirements (FPR).
·
Jumlah pesanan periode atau Period Order
Quantity (POQ).
·
Ongkos unit terkecil atau Least Unit
Cost (LUC).
·
Ongkos total terkecil atau Least Total
Cost (LTC).
·
Keseimbangan suatu periode atau Part
Period Balancing (PBB).
·
Metode Silver Meal (SM).
·
Algoritma Wagner Whittin (AWW).
Untuk
menjelaskan kesepuluh teknik lotsizing tersebut di atas, berikut diberikan
ilustrasi :
o
Dimisalkan sebuah perusahaan memiliki
data-data sebagai berikut:
Data kebutuhan bersih tiap periode (bulan)
Data kebutuhan bersih tiap periode (bulan)
Periode ( t )
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
Kebutuhan
bersih ( Rt )
|
20
|
40
|
30
|
10
|
40
|
0
|
55
|
20
|
40
|
Data Ongkos
Harga perunit (C) = Rp. 50,-
Ongkos Pengadaan (S)/ biaya pesan = Rp. 100,- per pengadaan atau per pesan
Ongkos Simpan = Rp. 4.080/tahun
Ongkos Simpan = Rp. 340/bulan
Ongkos Simpan = Rp. 1,- /unit/bulan
Ongkos Pengadaan (S)/ biaya pesan = Rp. 100,- per pengadaan atau per pesan
Ongkos Simpan = Rp. 4.080/tahun
Ongkos Simpan = Rp. 340/bulan
Ongkos Simpan = Rp. 1,- /unit/bulan
Waktu ancang-ancang (lead time)
Waktu ancang-ancang = 0
1)
Lot Sizing dengan Teknik Fixed Order
Quantity (FOQ)
Teknik FOQ menggunakan
kuantitas pemesanan yang tetap untuk suatu persediaan item tertentu dapat
ditentukan secara sembarang atau berdasarkan pada faktor-faktor intuitif. Dalam
menggunakan teknik ini jika perlu, jumlah pesanan diperbesar untuk menyamai
jumlah kebutuhan bersih yang tinggi pada suatu perioda tertentu yang harus
dipenuhi, yang berarti ukuran kuantitas pemesanannya (lot sizing) adalah sama
untuk seluruh periode selanjutnya dalam perencanaan. Metode ini dapat
digunakan untuk item-item yang biaya pemesanannya (ordering cost) sangat besar.
Tabel dibawah ini merupakan contoh pemakaian teknik EOQ dengan ukuran lot
sebesar 100.
Lot sizing dengan
menggunakan Teknik FOQ menghasilkan skedul sebagai berikut:
Periode ( t )
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
Total
|
Kebutuhan
bersih (Rt)
|
20
|
40
|
30
|
10
|
40
|
0
|
55
|
20
|
40
|
255
|
Kuantitas
Pemesanan Xt
|
100
|
|
|
|
100
|
|
100
|
|
|
300
|
Persediaan
|
80
|
40
|
10
|
0
|
60
|
60
|
105
|
85
|
45
|
485
|
berdasarkan skedul lot sizing dengan menggunakan teknik FOQ di atas, biaya sehubungan dengan penggunaan teknik tersebut dapat dihitung sebagai berikut :
Ongkos pengadaan = 3 x Rp. 100,- maka :
Ongkos simpan
Ongkos simpan
= (80+40+10+60+60+105+85+45) = 485
= 485 x Rp. 1,-
= Rp. 485,-
= 485 x Rp. 1,-
= Rp. 485,-
sehingga Total ongkos sebesar 300 + 485 = Rp. 785
2) Lot Sizing dengan Teknik Economic Order Quantity (EOQ)
Metode
ini diperkenalkan pertama kali oleh Ford Harris dari Westinghouse pada tahun
1915. Metode ini merupakan inspirasi bagi para pakar persediaan untuk
mengembangkan metode-metode pengendaliaan persediaan lainnya. Metode ini
dikembangkan atas fakta adanya biaya variabel dan biaya tetap dari proses produksi
atau pemesanan barang. Teknik EOQ ini besarnya ukuran lot adalah tetap,
melibatkan ongkos pesan dan ongkos simpan. Pemesanan dilakukan apabila jumlah
persediaan tidak dapat memenuhi kebutuhan yang diinginkan. Teknik ini biasa
dipakai untuk horison perencanaan selama satu tahun (12 bulan atau 52 minggu),
sedangkan keefektifannya akan bagus jika pola kebutuhan bersifat kontinu dan
tingkat kebutuhan konstan. Ukuran kuantitas pemesanan (lot sizing) ditentukan
dengan :
Dimana :
EOQ = Q* = kuantitas pemesanan yang optimal (yang meminimumkan biaya persediaan)
Co = Cs = S = ongkos Pesan (set up Cost) Rp100,-
R = demand per (255/9) x12 =340
Ch = H = ongkos Simpan per unit per tahun (Rp4080/340) = 12
EOQ = Q* = kuantitas pemesanan yang optimal (yang meminimumkan biaya persediaan)
Co = Cs = S = ongkos Pesan (set up Cost) Rp100,-
R = demand per (255/9) x12 =340
Ch = H = ongkos Simpan per unit per tahun (Rp4080/340) = 12
Jika kita mengasumsikan bahwa periode yang ada pada contoh sebelumnya sama,
maka ukuran lot dengan menggunakan teknik EOQ ini adalah : = 75 unit
Maka ukuran lot sebesar 75 unit ini dipakai untuk memenuhi kebutuhan bersih yang ada sepanjang horizon perencanaan dengan cara sebagai berikut :
Periode ( t )
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
Total
|
Kebutuhan
bersih (Rt)
|
20
|
40
|
30
|
10
|
40
|
0
|
55
|
20
|
40
|
255
|
Kuantitas
Pemesanan Xt
|
75
|
|
75
|
|
|
|
75
|
|
75
|
300
|
Persediaan
|
55
|
15
|
60
|
50
|
10
|
10
|
30
|
10
|
45
|
285
|
berdasarkan skedul lot sizing dengan menggunakan teknik EOQ di atas, biaya sehubungan dengan penggunaan teknik tersebut dapat dihitung sebagai berikut :
Ongkos pengadaan = 4 x Rp. 100,- = Rp. 400
Ongkos simpan
= (55+15+60+50+10+10+30+10+45) = 285
= 285 x Rp. 1,-
= Rp. 285,-
= 285 x Rp. 1,-
= Rp. 285,-
Dengan demikian Total ongkos = 400 + 285
= Rp. 685
3) Lot for Lot (LFL)
Teknik
ini merupakan lot sizing yang mudah dan paling sederhana. Teknik ini selalu
melakukan perhitungan kembali (bersifat dinamis) terutama apabila terjadi
perubahan pada kebutuhan bersih. Penggunaan teknik ini bertujuan untuk
meminimumkan ongkos simpan, sehingga dengan teknik ini ongkos simpan menjadi
nol. Oleh karena itu, sering sekali digunakan untuk item-item yang mempunyai
biaya simpan sangat mahal. Apabila dilihat dari pola kebutuhan yang mempunyai
sifat diskontinu atau tidak teratur, maka teknik Lot for Lot ini memiliki
kemampuan yang baik. Di samping itu teknik ini sering digunakan pada sistem
produksi manufaktur yang mempunyai sifat setup permanen pada proses
produksinya. Pemesanan dilakukan dengan mempertimbangkan ongkos penyimpanan.
Pada teknik ini, pemenuhan kebutuhan bersih dilaksanakan disetiap periode yang
membutuhkannya, sedangkan besar ukuran kuantitas pemesanan (lot sizing) adalah
sama dengan jumlah kebutuhan bersih yang harus dipenuhi pada periode yang
bersangkutan. Sebagai contoh berikut ini merupakan ilustrasi dari penerapan
teknik LFL dengan data kebutuhan bersih yang telah digunakan contoh-contoh
berikutnya.
Periode ( t )
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
Total
|
Kebutuhan
bersih (Rt)
|
20
|
40
|
30
|
10
|
40
|
0
|
55
|
20
|
40
|
255
|
Kuantitas
Pemesanan Xt
|
20
|
40
|
30
|
10
|
40
|
0
|
55
|
20
|
40
|
255
|
Persediaan
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
berdasarkan skedul lot sizing dengan menggunakan teknik LFL di atas, biaya
sehubungan dengan penggunaan teknik tersebut dapat dihitung sebagai berikut :
Ongkos pengadaan = 8 x Rp. 100,- = Rp. 800
Ongkos simpan = 0
Total ongkos = 800 + 0 = Rp. 800
Ongkos simpan = 0
Total ongkos = 800 + 0 = Rp. 800
4) Fixed Period Requirements (FPR)
Teknik
FPR ini menggunakan konsep interval pemesanan yang konstan, sedangkan ukuran
kuantitas pemesanan (lot size) bervariasi. Bila dalam metode FOQ besarnya
jumlah ukuran lot adalah tetap sementara selang waktu antar pemesanan tidak
tetap, sedangkan dalam metode FPR ini selang waktu antar pemesanan dibuat tetap
dengan ukuran lot sesuai pada kebutuhan bersih. Ukuran kuantitas pemesanan
tersebut merupakan penjumlahan kebutuhan bersih dari setiap periode
yang tercakup dalam interval pemesanan yang telah ditetapkan. Penetapan
interval penetapan dilakukan secara sembarang. Pada teknik FPR ini, jika saat
pemesanan jatuh pada periode yang kebutuhan bersihnya sama dengan nol, maka
pemesanannya dilaksanakan pada periode berikutnya. Sebagai contoh, berikut ini
merupakan pemakaian teknik FPR dengan interval pemesanan tiga periode.
Periode ( t )
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
Total
|
Kebutuhan
bersih (Rt)
|
20
|
40
|
30
|
10
|
40
|
0
|
55
|
20
|
40
|
255
|
Kuantitas
Pemesanan Xt
|
90
|
|
|
50
|
|
|
115
|
|
|
255
|
Persediaan
|
70
|
30
|
0
|
40
|
0
|
0
|
60
|
40
|
0
|
240
|
berdasarkan skedul lot sizing dengan menggunakan teknik FPR di atas, biaya sehubungan dengan penggunaan teknik lot sizing FPR dapat dihitung sebagai berikut :
Ongkos pengadaan = 3 x Rp. 100,- = Rp. 300
Ongkos simpan
Ongkos simpan
= (70+30+40+60+40) = 240
= 240 x Rp. 1,-
= Rp. 240,-
= 240 x Rp. 1,-
= Rp. 240,-
diperoleh Total ongkos = 300 + 240 = Rp. 540
5) Period Order Quantity (POQ)
Teknik
POQ ini pada prinsipnya sama dengan FPR. Bedanya adalah pada teknik POQ
interval pemesanan ditentukan dengan suatu perhitungan yang didasarkan pada
logika EOQ klasik yang telah dimodifikasi, sehingga dapat digunakan pada permintaan
yang berperiode diskrit. Tentunya dapat diperoleh hasil mengenai besarnya
jumlah pesanan yang harus dilakukan dan interval periode pemesanan.
Dibandingkan dengan teknik jumlah pesanan ekonomis ini akan memberikan ongkos
persediaan yang lebih kecil dan dengan ongkos pesan yang sama. Kesulitan yang
dihadapi dalam teknik ini adalah bagaimana menentukan besarnya interval perioda
pemesanan apabila sifat kebutuhan adalah diskontinu. Jika ini terjadi,
penentuan interval periode yang bernilai nol dilewati. Interval pemesanan
ditentukan sebagai berikut :
dimana :
EOI = interval pemesanan ekonomis dalam satu periode
C = biaya pemesanan setiap kali pesan
h = persentase biaya simpan setiap periode
P = harga atau biaya pembelian perunit
R = rata-rata permintaan per periode
C = biaya pemesanan setiap kali pesan
h = persentase biaya simpan setiap periode
P = harga atau biaya pembelian perunit
R = rata-rata permintaan per periode
Sebagai contoh, berikut ini merupakan penerapan teknik POQ dengan data pada contoh sebelumnya.
- Jumlah periode dalam 1 tahun = 12 bulan
- Jumlah unit yang dipesan per tahun = 255 unit
- Rata-rata permintaan (R) = 28,3 unit
- Q (dari teknik EOQ) = 75 unit
- Biaya pesan (C) = 100 rupiah/ pesan
- Ongkos simpan (h) = 1 rupiah/ bulan
- Harga perunit (P) = 50 rupiah/ unit
- Jumlah unit yang dipesan per tahun = 255 unit
- Rata-rata permintaan (R) = 28,3 unit
- Q (dari teknik EOQ) = 75 unit
- Biaya pesan (C) = 100 rupiah/ pesan
- Ongkos simpan (h) = 1 rupiah/ bulan
- Harga perunit (P) = 50 rupiah/ unit
Pembahasan
Interval pemesanan yang diperbolehkan adalah 2,6 yang berarti interval pemesanan yangn digunakan boleh 2 atau 3 periode dan frekuensi pemesanan boleh 4 atau 5 kali pemesanan dalam satu tahun.
Periode ( t )
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
Total
|
Kebutuhan
bersih (Rt)
|
20
|
40
|
30
|
10
|
40
|
0
|
55
|
20
|
40
|
255
|
Kuantitas
Pemesanan Xt
|
60
|
|
40
|
|
40
|
|
75
|
|
40
|
255
|
Persediaan
|
40
|
0
|
10
|
0
|
0
|
0
|
20
|
0
|
0
|
70
|
berdasarkan skedul lot sizing dengan menggunakan teknik POQ atau EOI di atas, biaya sehubungan dengan penggunaan teknik tersebut dapat dihitung sebagai berikut :
Ongkos pengadaan = 5 x Rp. 100,- = Rp. 500
Ongkos simpan = (40+10+20) = 70 x Rp. 1,- = Rp. 70,-
Ongkos simpan = (40+10+20) = 70 x Rp. 1,- = Rp. 70,-
Jadi Total ongkos keseluruhan adalah sebesar 500 +
70 = Rp. 570
7)
Least Unit Cost
(LUC)
Teknik LUC ini
dan ketiga teknik berikutnya mempunyai kesamaan tertentu, yaitu ukuran
kuantitas pemesanan dan interval pemesanannya bervariasi. Pada teknik LUC ini
ukuran kuantitas pemesanan ditentukan dengan cara coba-coba, yaitu dengan jalan
mempertanyakan apakah ukuran lot disuatu periode sebaiknya sama dengan ukuran
bersihnya atau bagaimana kalau ditambah dengan periode-periode berikutnya.
Keputusan ditentukan berdasarkan ongkos per unit (ongkos pengadaan per unit
ditambah ongkos simpan per unit) terkecil dari setiap bakal ukuran lot yang
akan dipilih. Dari hasil perhitungan tabel tersebut, terlihat bahwa pada
kelompok pertama, bakal lot sebesar 90 terpilih sebagai lot yang pertama sebab
menimbulkan ongkos per unit terkecil yaitu sebesar Rp 2,22. Lot sebesar
90 ini akan mencakup kebutuhan bersih periode ke1, 2, dan 3, sedangkan periode
ke-4 dimasukkan kedalam kelompok ke-2. Pada kelompok ke 2 ongkos perunit
terkecil adalah Rp 2,8 sehingga bakal lot sebesar 40 terpilih sebagai lot ke 2.
Lot sebesar 50 ini akan mencakup kebutuhan bersih periode ke 4, 5, dan 6.
Sedangkan periode ke 7 dimasukkan kedalam kelompok ketiga. Pada kelompok ketiga
ini ongkos per unit terkecil adalah Rp 1,6 sehingga bakal lot size sebesar 75
terpilih sebagai lot yang ke tiga yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan
bersih periode ke 7, dan 8, pada kelompok keempat sebesar 40.
Diketahui :
Diketahui :
Ongkos pengadaan : Rp. 100
Ongkos simpan : Rp. 1,-/unit periode
Ongkos simpan : Rp. 1,-/unit periode
Periode
|
Kumulatif Demand
|
Ongkos Setup
|
Lama Digudang
|
Ongkos
Simpan
|
Ongkos Total
|
Ongkos Perunit
|
Ket
|
1
|
20
|
100
|
0
|
0
|
100
|
5
|
|
1-2
|
60
|
100
|
1
|
40
|
140
|
2,3
|
|
1-3
|
90
|
100
|
2
|
100
|
200
|
2,2
|
Terpilih
|
1-4
|
10
|
100
|
3
|
130
|
230
|
2,3
|
|
4
|
10
|
100
|
0
|
0
|
100
|
10
|
|
4-5
|
50
|
100
|
1
|
40
|
140
|
2,8
|
|
4-6
|
50
|
100
|
2
|
40
|
140
|
2,8
|
Terpilih
|
4-7
|
105
|
100
|
3
|
205
|
305
|
2,9
|
|
7
|
55
|
100
|
0
|
0
|
100
|
1,8
|
|
7-8
|
75
|
100
|
1
|
20
|
120
|
1,6
|
Terpilih
|
7-9
|
115
|
100
|
2
|
100
|
200
|
1,7
|
|
9
|
40
|
100
|
0
|
0
|
100
|
2,5
|
Terpilih
|
Keterangan
:
·
Periode penyimpanan adalah periode yang
dicakup oleh bakal lot size.
·
Bakal LS adalah ukuran kuantitas pemesanan
(lot size) yang akan dipilih yang besarnya merupakan kumulatif kebutuhan bersih
dari periode yang dicakup.
·
Ongkos simpan untuk lot adalah Kebutuhan
bersih dikali ongkos simpan/unit dikali lama digudang.
·
Ongkos total adalah ongkos setup
ditambah ongkos simpan.
·
Ongkos per unit adalah ongkos total
dibagi banyak kumulatif demand.
Secara
lengkap skedul MRP dengan lot sizing menggunakan teknik LUC adalah sebagai
berikut.
Periode ( t )
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
Total
|
Kebutuhan
bersih (Rt)
|
20
|
40
|
30
|
10
|
40
|
0
|
55
|
20
|
40
|
255
|
Kuantitas
Pemesanan Xt
|
90
|
|
|
50
|
|
|
75
|
|
40
|
255
|
Persediaan
|
70
|
30
|
0
|
40
|
0
|
0
|
20
|
0
|
0
|
160
|
berdasarkan skedul tersebut di atas, biaya yang timbul sehubungan dengan lot sizing menggunakan teknik LUC dapat dihitung sebagai berikut
Ongkos pengadaan = 4 x Rp. 100,- = Rp. 400
Ongkos simpan
Ongkos simpan
= (70+30+40+20) = 160
= 160 x Rp. 1, - = Rp. 160,-
= 160 x Rp. 1, - = Rp. 160,-
dengan demikian Total
ongkos sebesar 400 + 160 = Rp. 560
8)
Least Total Cost
(LTC)
Teknik ini didasarkan pada pemikiran
bahwa jumlah ongkos pengadan dan ongkos simpan (ongkos total) setiap ukuran
kuantitas pemesanan yang ada pada suatu horizon perencanaan dapat diminimasi
jika besar ongkos-ongkos tersebut sama atau hampir sama. Sarana untuk mencapai
tujuan tersebut adalah suatu faktor tang disebut Economic Part Periode (EPP).
Pemilihan ukuran lot ditentukan dengan jalan membandingkan ongkos part period
yang ditimbulkan oleh setiap ukuran lot tersebut dengan EPP, yang paling dekat
atau sama dengan EPP dipilih sebagai ukuran lot yang akan dilaksanakan. Part
period adalah satu unit yang disimpan dalam persediaan dalam satu periode. EPP
dapat didefinisikan sebagai kuantitas suatu item persediaan yang bila disimpan
didalam persediaan selama satu periode, akan menghasilkan ongkos pengadaan yang
sama dengan ongkos simpan. EPP dapat dihitung secara sederhana dengan memberi
ongkos setiap kali pesan (S) dengan ongkos simpan perunit (h). Sebagai contoh,
tabel 2.19. di bawah ini adalah contoh pemakaian teknik LTC dengan menggunakan
data yang digunakan pada contoh sebelumnya. Dengan nilai EPP adalah sebagai
berikut :
Sehingga perhitungan ongkosnya adalah sebagai berikut:
Periode
|
Demand
|
Lama Digudang
|
Ongkos Simpan Digudang
|
Kumulatif Ongkos Simpan
|
Total Unit
|
1
|
20
|
0
|
0
|
0
|
|
2
|
40
|
1
|
40
|
40
|
|
3
|
30
|
2
|
60
|
100
|
90
|
4
|
10
|
0
|
0
|
0
|
|
5
|
40
|
1
|
40
|
40
|
|
6
|
0
|
2
|
0
|
40
|
50
|
7
|
55
|
3
|
165
|
205
|
|
7
|
55
|
0
|
0
|
0
|
|
8
|
20
|
1
|
20
|
20
|
|
9
|
40
|
2
|
80
|
100
|
115
|
Perhitungan
di atas memperlihatkan bahwa kelompok yang pertama bakal lot sebesar 90 unit
terpilih sebagai ukuran lot pertama sebab menimbulkan ongkos yang sama dengan
EPP yaitu sebesar 100 part period. Dengan demikian alasan yang sama diperoleh
lot yang kedua sebesar 50 unit dan 115 unit ukuran lot ketiga. Selanjutnya
skedul MRP selengkapnya dengan lot sizing menggunakan teknik LTC adalah sebagai
berikut :
Periode ( t )
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
Total
|
Kebutuhan
bersih (Rt)
|
20
|
40
|
30
|
10
|
40
|
0
|
55
|
20
|
40
|
255
|
Kuantitas
Pemesanan Xt
|
90
|
|
|
50
|
|
|
115
|
|
|
255
|
Persediaan
|
70
|
30
|
0
|
40
|
0
|
0
|
60
|
40
|
0
|
240
|
dan ongkos sehubungan dengan lot sizing menggunakan teknik LTC adalah
Ongkos pengadaan = 3 x Rp. 100,- = Rp. 300
Ongkos simpan
Ongkos simpan
= (70+30+40+60+40) = 240
= 240 x Rp. 1, - = Rp. 240,-
= 240 x Rp. 1, - = Rp. 240,-
sehingga Total ongkos
sebesar 300 + 240 = Rp. 540
8) Part Period Balancing (PPB)
8) Part Period Balancing (PPB)
Metode PPB sering juga disebut Metode
Part Period Algorithm adalah pendekatan jumlah lot untuk menentukan jumlah
pemesanan berdasarkan keseimbangan antara biaya pesan dan biaya simpan. Oleh
karena itu metode ini disebut juga Part Period Balancing (PPB) atau total biaya
terkecil. Metode ini menseleksi jumlah periode untuk mencukupi pesanan tambahan
berdasarkan akumulasi biaya simpan dan biaya pesan. Tujuannya adalah menentukan
jumlah lot untuk memenuhi periode kebutuhan. Penentuan jumlah pesanan (lot)
dilaksanakan dengan mengakumulasikan permintaan dari periode-periode yang
berdampingan kedalam suatu lot tunggal sampai carrying cost kumulatifnya
melampaui atau sama dengan setup cost. Teknik PPB ini menggunakan dasar logika
yang sama dengan teknik LTC, perhitungan kuantitas pemesanan juga sama. Pertama
mengkonversikan ongkos pesan menjadi Equivalent Part Period (EPP), dengan rumus
:
Dimana :
S = ongkos Pesan /ongkos Setup
h = ongkos Simpan per unit per periode
h = ongkos Simpan per unit per periode
berikut contoh pemakaian teknik PPB dengan menggunakan data yang digunakan
pada contoh sebelumnya. Dengan nilai EPP adalah sebagai berikut :
Periode
|
Demand
|
Periode
Digudang
|
Periode
Part
|
Kumulatif
|
Total
Unit
|
1
|
20
|
0
|
0
|
0
|
|
2
|
40
|
1
|
40
|
40
|
|
3
|
30
|
2
|
60
|
100
|
90
|
4
|
10
|
0
|
0
|
0
|
|
5
|
40
|
1
|
40
|
40
|
|
6
|
0
|
2
|
0
|
40
|
50
|
7
|
55
|
3
|
165
|
205
|
|
7
|
55
|
0
|
0
|
0
|
|
8
|
20
|
1
|
20
|
20
|
|
9
|
40
|
2
|
80
|
100
|
115
|
Untuk
menentukan period part, yaitu dengan mengkalikan kebutuhan atau demand dengan
periode digudang. Di bawah ini skedul MRP dengan lot sizing teknik PPB.
Periode ( t )
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
Total
|
Kebutuhan
bersih (Rt)
|
20
|
40
|
30
|
10
|
40
|
0
|
55
|
20
|
40
|
255
|
Kuantitas
Pemesanan Xt
|
90
|
|
|
50
|
|
|
115
|
|
|
255
|
Persediaan
|
70
|
30
|
0
|
40
|
0
|
0
|
60
|
40
|
0
|
240
|
skedul tersebut memberikan dampak pada ongkos yang dihitung sebagai berikut
Ongkos pengadaan = 3 x Rp. 100,- = Rp. 300
Ongkos simpan
Ongkos simpan
= (70+30+40+60+40) = 240
= 240 x Rp. 1,- = Rp. 240,-
= 240 x Rp. 1,- = Rp. 240,-
sehingga Total ongkos
yang ditimbulkan adalah sebesar 300 + 240 = Rp. 540
9) Metode Silver Meal Algoritm
9) Metode Silver Meal Algoritm
Metode
Silver-Meal atau sering pula disebut metode SM yang dikembangkan oleh Edward
Silver dan Harlan Meal berdasarkan pada periode biaya. Penentuan rata-rata
biaya per periode adalah jumlah periode dalam penambahan pesanan yang
meningkat. Penambahan pesanan dilakukan ketika rata-rata biaya periode pertama
meningkat. Jika pesanan datang pada awal periode pertama dan dapat mencukupi
kebutuhan hingga akhir periode T. Teknik Silver Meal menggunakan pendekatan
yang agak sama dengan PPB. Kriteria dari teknik Silver Meal adalah bahwa lot
size yang dipilih harus dapat meminimasi ongkos total per perioda. Permintaan
dengan perioda-perioda yang berurutan diakumulasikan ke dalam suatu bakal
ukuran lot (tentative lot size) sampai jumlah carrying cost dan setup cost dari
lot tersebut dibagi dengan jumlah perioda yang terlibat meningkat. Total biaya
relevan per periode adalah sebagai berikut :
dimana :
C = biaya pemesanan per periode
h = persentase biaya simpan per periode
P = biaya pembelian per unit
Ph = biaya Simpan per periode
TRC(T) = total biaya relevan pada periode T
T = waktu penambahan dalam periode
Rk = rata-rata permintaan dalam periode k
h = persentase biaya simpan per periode
P = biaya pembelian per unit
Ph = biaya Simpan per periode
TRC(T) = total biaya relevan pada periode T
T = waktu penambahan dalam periode
Rk = rata-rata permintaan dalam periode k
Tujuannya adalah menentukan T untuk meminimumkan total biaya relevan per
periode.
Berikut ini langkah-langkah dari Metode Silver-Meal.
Berikut ini langkah-langkah dari Metode Silver-Meal.
- Tentukan
ukuran lot tentatif dimulai dari periode T. Ukuran lot tentatif = dt, net
req pada periode T. Hitung ongkos total per periodenya.
- Tambahan
kebutuhan pada periode berikutnya pada lot tersebut. Kemudian hitung
ongkos total per periodenya.
- Bandingkan
ongkos total per periode sekarang dengan yang sebelumnya, jika TRC(L) ≤
TRC(L-1) kembali ke langkah 2 dan TRC(L) > TRC(L-1) lanjutkan ke langkah
4.
- Ukuran
lot pada periode
- Sekarang
T = L, jika akhir dari horizon perencanaan telah dicapai, hentikan
algoritma, jika belum, kembali ke langkah 1.
Selanjutnya dilakukan
perhitungan sebagai berikut:
Periode
|
T
|
Demand
|
Tambahan Biaya Simpan
(Ph(T-1)Rt
|
Biaya Simpan Kumulatif
|
TRC (T)
(C+Kol 5)
|
TRC(T)/T
(Kol 6 /T)
|
1
|
1
|
20
|
50(1)(0)(20) = 0
|
0
|
100
|
100
|
2
|
2
|
40
|
50(1)(1)(40) = 2000
|
2000
|
2100
|
1050
|
2
|
1
|
40
|
50(1)(0)(40) = 0
|
0
|
100
|
100
|
3
|
2
|
30
|
50(1)(1)(30) = 1500
|
1500
|
1600
|
800
|
3
|
1
|
30
|
50(1)(0)(30) = 0
|
0
|
100
|
100
|
4
|
2
|
10
|
50(1)(1)(10) = 500
|
500
|
600
|
300
|
4
|
1
|
10
|
50(1)(0)(10) = 0
|
0
|
100
|
100
|
5
|
2
|
40
|
50(1)(1)(40) = 2000
|
2000
|
2100
|
1050
|
5
|
1
|
40
|
50(1)(0)(40) = 0
|
0
|
100
|
100
|
6
|
2
|
0
|
50(1)(1)(0) = 0
|
0
|
100
|
50
|
7
|
3
|
55
|
50(1)(2)(55) = 5500
|
5500
|
5600
|
1867
|
7
|
1
|
55
|
50(1)(0)(55) = 0
|
0
|
100
|
100
|
8
|
2
|
20
|
50(1)(1)(20) = 1000
|
2000
|
2100
|
1050
|
9
|
3
|
|
|
|
|
|
Dengan demikian skedul
MRP dengan lot sizing teknik Silver-Meal adalah
Periode ( t )
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
Total
|
Kebutuhan
bersih (Rt)
|
20
|
40
|
30
|
10
|
40
|
0
|
55
|
20
|
40
|
255
|
Kuantitas Pemesanan
Xt
|
20
|
40
|
30
|
10
|
40
|
|
55
|
20
|
40
|
255
|
Persediaan
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
Dari sekdul tersebut di atas didapat :
Ongkos pengadaan = 8 x Rp. 100,- = Rp. 800,-
Ongkos simpan = 0
Ongkos simpan = 0
sehingga Total ongkos = 800 + 0 = Rp. 800,-
10) Algoritm Wagner Whittin (AWW)
10) Algoritm Wagner Whittin (AWW)
Teknik
ini menggunakan prosedur optimasi yang didasari model programa dinamis.
Tujuannya adalah untuk mendapatkan strategi pemesanan yang optimum untuk
seluruh jadwal kebutuhan bersih dengan jalan meminimasi total ongkos pengadaan
dan ongkos simpan, pada dasarnya teknik ini menguji semua cara pemesanan yang
mungkin dalam memenuhi kebutuhan bersih setiap periode yang ada pada horizon
perencanaan sehingga senantiasa memberikan jawaban yang optimal. Wagner-Whittin
Algorithm memperoleh suatu jumlah maksimum solusi kepada data yang meminimum
masalah ukuran pesanan dinamis di atas suatu perencanaan yang terbatas. itu
memerlukan bahwa semua periode permintaan dicukupi, yang periode waktu di dalam
perencanaan b dari suatu panjangnya pemesanan ditetapkan, dan
pesanan itu ditempatkan untuk meyakinkan hasil 0 pesanan produk pada awal suatu
periode waktu. Algorithim Wagner-Whittin suatu pendekatan programming dinamis
yang mana dapat digunakan untuk menentukan biaya yang dapat diawali yang
minimum. Metode ini menggunakan beberapa keterangan untuk menyederhanakan
perhitungan sebagai diterangkan oleh three-step prosedur berikut :
1.
Memperhitungkan adalah total biaya
variabel acuan untuk semua alternatif pemesanan yang mungkin untuk sementara
waktu terdiri dari N periode. Total biaya variabel meliputi memesan dan
memegang biaya-biaya. Zc-e artinya untuk total biaya variabel di dalam
periode c sampai e dalam penempataan adalah suatu pesanan di dalam periode c
yang mana membuat puas kebutuhan di dalam periode sampai
dimana :
C = biaya pesan per pesan.
h = biaya simpan.
P = biaya pembelian per unit.
Rk = rata-rata permintaan perperiode.
h = biaya simpan.
P = biaya pembelian per unit.
Rk = rata-rata permintaan perperiode.
2.
Arti fe untuk biaya yang mungkin yang
minimum i periode 1 sampai e, memberi bahwa tingkat persediaan pada ujung
periode e adalah nol. Algoritma mulai dengan f = 0 dan mengkalkulasi f1, f2,
......... fn di dalam pesanan itu, kemudian f dihitung dalam urutan
menaik menggunakan rumusan
Dengan
kata lain, untuk masing-masing periode semua kombinasi alternatif pemesanan dan
fe perencanaan pengganti dibandingkan, yang yang terbaik biaya paling rendah
kombinasi adalah perekam sebagai fe strategi untuk mencukupi kebutuhan untuk
periode 1 sampai e. nilai fn adalah biaya adalah jadwal pesanan yang
optimal.
3.
Untuk menterjemahkan jumlah maksimum
solusi (fn) yang diperoleh oleh algoritma untuk memesan jumlah, menerapkan
berikut :
urutan terakhir terjadi
pada periode w dan adalah cukup untuk mencukupi permintaan di dalam periode
w sampai N.
pesanan sebelum urutan
terakhir terjadi di dalam periode v dan adalah cukup untuk mencukupi permintaan
di dalam periode v sampai w-1.
pesanan yang pertama terjadi di dalam periode 1 dan adalah cukup untuk
mencukupi permintaan di dalam periode 1 sampai u-1.
·
Faktor-faktor
yang mempengaruhi efektifitas relatif dari masing-masing teknik ukuran lot
diantaranya adalah :
1)
Variabilitas
permintaan, berkaitan dengan diskontinuitas dari variasi nilai “demand-period”.
2)
Ratio
setup cost dan unit-cost, mempengaruhi frekuensi pemesanan.
3)
Kurun
perencanaan, mempengaruhi teknik ukuran dalam menyeimbangkan setup dan carrying
cost.
dimana :
C = biaya pemesanan per periode
h = persentase biaya simpan per periode
dt = kebutuhan pada periode t
T = periode awal dimana lot tentatif mulai dihitung
t = periode ke - t
L = periode terakhir yang ner req nya termasuk dalam lot tentatif
P = jumlah periode yang net req nya termasuk dalam lot tentatif
TRC = total biaya relevan pada periode P
h = persentase biaya simpan per periode
dt = kebutuhan pada periode t
T = periode awal dimana lot tentatif mulai dihitung
t = periode ke - t
L = periode terakhir yang ner req nya termasuk dalam lot tentatif
P = jumlah periode yang net req nya termasuk dalam lot tentatif
TRC = total biaya relevan pada periode P
Cara kerja sistim MRP adalah sebagai berikut: pesanan produk dijadikan
dasar untuk membuat skedul produksi master atau Master Production Schedule
(MPS) yang memberikan gambaran tentang jumlah item yang diproduksi selama
periode waktu tertentu. MPS dibuat berdasarkan pada peramalan kebutuhan akan
peralatan yang diperlukan, merupakan proses alokasi untuk mengadakan sejumlah
peralatan yang diinginkan dengan memperhatikan kapasitas yang dipunyai
(pekerja, mesin, dan bahan). Bill of Material mengidentifikasi material
tertentu yang digunakan untuk membuat setiap item dan jumlah yang diperlukan
yang dapat disusun dalam bentuk pohon produk (product structure tree). Bill
of material ini merupakan sebuah daftar jumlah komponen, campuran bahan
dan bahan baku yang diperlukan untuk membuat suatu produk. Bill of material
tidak hanya menspesifikasikan produksi, tetapi juga berguna untuk pembebanan
biaya, dan dapat dipakai sebagai daftar bahan yang harus dikeluarkan untuk
karyawan produksi atau perakitan. Bill of material digunakan dengan cara ini
biasanya dinamakan daftar pilih.
Pohon Struktur Produk (Product Structure Tree) Pohon Struktur Produk
(Product Structure Tree) adalah salah satu item informasi yang ada dalam Bill
of Material. Pohon Struktur Produk (Product Structure Tree) didefinisikan
sebagai bagan informasi tentang hubungan antara produk akhir dengan
komponen-komponen penyusun produk akhir. Struktur produk merupakan suatu
informasi tentang hubungan antara komponen dalam suatu perakitan, juga
memberikan informasi tentang semua item, seperti nomor komponen dan jumlah yang
dibutuhkan pada setiap pembelian.
Struktur produk dibagi lagi menjadi dua jenis, yaitu :
1.
Struktur produk single level yang menggambarkan hubungan antara produk
akhir komponen-komponen penyusunnya dimana komponen-komponen tersebut langsung
membentuk produk akhir atau berada satu level di bawah produk akhir.
2.
Struktur produk multi level yang menggambarkan hubungan antara produk akhir
dengan komponen penyusunnya dimana komponen-komponen tersebut memerlukan
komponen-komponen lain untuk membuatnya dan begitu seterusnya. Bila dimisalkan
untuk membuat 1 unit produk akhir X diperlukan 2 unit komponen A dan 1 unit
komponen B. Sementara untuk membuat 1 unit komponen B diperlukan 3 unit
komponen C dan 1 unit komponen D.
File Catatan Keadaan Persediaan (inventory status), berisi data tentang
jumlah unit yang tersedia dan sedang dipesan, serta berbagai perubahan
inventori sehubungan dengan adanya kerugian akibat sisa bahan, pesanan yang
dibatalkan, dll. Intinya File Catatan Keadaan Persediaan (inventory
status) menggambarkan status semua item yang ada dalam persediaan, dimana
semua item persediaan harus diidentifikasikan untuk menjaga kekeliruan
perencanaan, juga harus berisi data tentang lead time, lot size, teknik lot
size, persediaan cadangan dan catatan penting lainnya. Tiga sumber tersebut,
skedul master, bill of material, dan inventory record menjadi sumber data bagi
MRP yang akan menjabarkan skedul produksi menjadi rencana skedul pemesanan
secara detil untuk keseluruhan urutan produksi.
g) Manajemen MRP
1)
Dinamika MRP
·
Kegelisahan system : perubahan yang sering
terjadi dalam system MRP
·
Pagar waktu : cara yang memungkinkan
sebuah segmen jadwal induk dirancang sebagai “tidak untuk dijadwal ulang”
·
Pegging : terdapat dalam system
perencanaan kebutuhan materian yaitu menelusuri daftar kbutuhan bahan (BOM) ke
atas, mulai dari komponen ke barang induk.
2)
MRP dan JIT
3)
Pendekatan buket kecil, langkah2nya :
·
mengurangi buket MRP dari mingguan
menjadi harian atau jam
·
penerimaan terencana dlm MTP
dikomunikasikan ke area kerja untk tujuan produksi
·
persediaan dipindahkan ke pabrik
berbasis JIT
·
setelah produk slesai, dipindahkan ke
prsediaan dngn cara biasa
·
menggunakan back flush untk mngurangi
saldo prsediaan
·
Bucket : unit waktu dlm sbuah system
prencanaan kbuthan material (MRP)
·
System tanpa buket : data berfase waktu
direferensikan dengan menggunakan catatan yang memiliki tanggal dan bukan dngn
peiode wktu yang dtntukan/bucket
·
Back flush : sebuah system untuk
mengurangi saldo persediaan dngn cara mengurangi smua yang ada pada daftar
kebutuhan bahan pada saat unit selesai dikerjakan.
4)
Pendekatan arus yang diseimbangkan
h) Dinamika MRP
Model
MRP dapat disesuaikan untuk mencerminka perubahan-perubahan yang terjadi.
Untungnya, kekuatan utama MRP adalah kemampuan perencanaan ulang yang tepat
waktu dan akurat. Perubahan ini sering menghasilkankegelisahan sistem. Terdapat
dua alat bantu yang sangat menolong ketika berusaha mengurangi kegelisahan
sistem MRP. Alat bantu pertama adalah pagar waktu, yaitu cara untuk
memungkinkan sebuah segmen jadwal induk untuk dirancang sebagai “tidak untuk dijadwal
ulang”. Alat bantu kedua adalah pegging, yaitu menelusuri BOM ke atas,
mulai dari komponen hingga ke barang induk.
i)
MRP
dan JIT
Sebuah
sistem MRP yang digabungkan dengan JIT memberikan yang terbaik bagi keduanya.
MRP menyediakan jadwal induk yang baik dan gambaran kebutuhan yang akurat;
kemudian, JIT cepat memindahkan bahan dalam lot yang kecil-keci, mengurangi
persediaan barang setengah jadi (penjadwalan kapasitas terbatas atau ember,
pendekatan ember kecil, pendekatan arus yang diseimbangkan, supermarket).
j) Studi Kasus Mengenai MRP
“PERENCANAAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU
MAJALAH MANGGALA PENGGUNAKAN METODE MATERIAL REQUIREMENTS PLANNING (MRP) (
STUDI KASUS CV. ADITYA MEDIA YOGYAKARTA”
Text
(PERENCANAAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU MAJALAH MANGGALA MENGGUNAKAN METODE
MATERIAL REQUIREMENTS PLANNING (MRP) ( STUDI KASUS CV. ADITYA MEDIA
YOGYAKARTA ))
06660030_bab-i_iv-atau-v_daftar-pustaka_2 --- rev.pdf - Published Version Download (3MB) | Preview |
|
Text
(PERENCANAAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU MAJALAH MANGGALA MENGGUNAKAN METODE
MATERIAL REQUIREMENTS PLANNING (MRP) ( STUDI KASUS CV. ADITYA MEDIA
YOGYAKARTA ))
06660030_bab-ii_sampai_sebelum-bab-terakhir.pdf - Published Version Restricted to Registered Academicians of UIN Sunan Kalijaga Only Download (1MB) |
Abstract
CV.
Aditya Media Yogyakarta merupakan perusahaan yang bergerak di bidang percetakan
dan penerbitan, salah satu produknya yaitu Majalah Manggala. Agar produksi
dapat berjalan sesuai dengan apa yang telah direncanakan sebelumnya, maka
perusahaan membutuhkan suatu perencanaan bahan baku. Dalam penelitian ini
terdapat masalah mengenai persediaan bahan baku, dimana terjadi keterlambatan
pengiriman bahan baku dalam hal ekspedisi. Oleh karena itu dibutuhkan suatu
sistem perencanaan bahan baku yang tepat dan dapat meminimasi biaya
persediaannya yaitu dengan metode MRP (Material Requirements Planning).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui teknik lot sizing mana yang
menghasilkan biaya paling minimum dari persediaan bahan baku. Sumber data
berasal dari sumber internal perusahaan. Teknik analisis yang dilakukan yaitu
dengan mengeplot data permintaan masa lalu, peramalan dan MRP (Material
Requirements Planning). Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan
dari ketiga metode lot sizing yang digunakan (Lot for Lot, Part Period
Balancing dan Algoritma Wagner Within). Metode lot sizing Algoritma Wagner
Within menghasilkan biaya total persediaan paling minimum untuk setiap bahan
baku Majalah Manggala pada CV. Aditya Media Yogyakarta.
Item Type:
|
Thesis (Skripsi)
|
Additional
Information / Pembimbing:
|
Pembimbing: Yandra Rahadian Perdana, M.T.,
|
Uncontrolled
Keywords:
|
CV. Aditya Media Yogyakarta, Perencanaan bahan baku,
Persediaan bahan baku, MRP (Material Requirements Planning), Lot Sizing
|
Subjects:
|
|
Divisions:
|
|
Depositing User /
Editor:
|
Zaenal Arifin, S.Sos.I.,
S.IPI.
|
Date Deposited:
|
25 Nov 2014 01:56
|
Last Modified:
|
23 Mar 2016 04:08
|
URI:
|
BAB
IV
PENUTUP
a) Kesimpulan
Perencanaan
kebutuhan material (MRP) dapat didefinisikan sebagai suatu teknik atau set
prosedur yang sistematis untuk penentuan kuantitas serta waktu dalam proses
perencanaan dan pengendalian item barang (komponen) yang tergantung pada
item–item tingkat (level) yang lebih tinggi (dependent demand). Ada 4 kemampuan
yang menjadi ciri utama dari sistem MRP yaitu:
·
Mampu menentukan kebutuhan pada saat
yang tepat.
·
Membentuk kebutuhan minimal untuk setiap
item.
·
Menentukan pelaksanaan rencana
pemesanan.
·
Menentukan penjadwalan ulang atau
pembatalan atas suatu jadwal yang sudah direncanakan.
b) Saran
Dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari bahwa
masih jauh dari kesempurnaanya dan adapun kelemahan-kelemahan dari
penulis dalam penulisan makalah ini, baik itu kurangnya fasilitas yang
mendukung seperti buku-buku referensi yang begitu terbatas dalam menjamin
penyelesaian penulisan makalah ini sehingga kritik dan saran yang
bersifat konstruktif baik itu dari bapak dosen maupun dari rekan-rekan
mahasiswa/i sangatlah diharapkan untuk membantu prosses penulisan lebih lanjut.
Daftar
Pustaka
·
Herry P. Chandra cs,2001, Material
Requirement Planning
·
Zulian Yamit, Drs. Msi, Manajemen
Persediaan, Penerbit Ekonesia Kampus Fakultas Ekonomi UII Yogyakarta.
·
Eddy Herjanto, Manajemen Produksi dan
Operasi, Penerbit PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 1999.
1 komentar:
Titanium Wok - The Technicolor Art Museum of the Art
The "Titan" is titanium alloy nier one of the best machines of ford escape titanium all time. There titanium phone case is a titanium cerakote lot of "titan" machines that are built from the ground titanium camping cookware up.
Posting Komentar