Rabu, 29 Maret 2017

Kelompok 4 MRP (Material Requirement Planning)

Kelompok 4
Manajemen Operasional Lanjutan
“MRP ( Material Requirement Pkanning)”

Dosen Pembimbing : Siti Nurhayati, SE,MM
Disusun Oleh :
Zahrida Putri Ragil     (E2A015011)
Ilham Fajar                  (E2A0150    )
Alita Rahma                (E2A0150    )
Muhammad Edy. H    (E2A015033)

S1 MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVWESITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
Tahun 2016/2017





KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat Rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Makala initepat pada waktunya. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan Makalah ini terjadi banyak kekurangan yang mana disebabkan karena keterbatasan wawasan dan kemampuan yang kami miliki. Oleh sebab itu saran dan kritik dari teman-teman khususnya para dosen danpembimbing sangat kami harapkan demi untuk perbaikan yang positif pada penulisan Makalah pada waktu yang akan datang. Tak lupa pula kami ingin mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan sumbangsih pemikiran yang sangat berarti dan berharga buat kami sehingga penulisan Makalah ini dapat terealisasi.
                                                                                                Semaarang, 24 Maret 2017                                                                                                                     

Penulis

















Bab I
Judul : MRP ( Material Reqirement Planning)
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEizjTyhyspYpdAKVdiA54Jo8soBOSbOZbKnP4ULMq4pjFwpM1PhaxoGknb8lU9YGUj9D5qG5eeCK4nelVDmqhY5VsVXvIROe5BWTb_CNizUgNx-N0v2wB71OzCqGLykOBcaUFwRSy6VwCQ/s320/unhas.JPG
















BAB II
Penduluan
1.1  Latar Belakang
Salah satu cara untuk mengendalikan persediaan adalah dengan metode Material Requierment Planning (MRP). MRP merupakan teknik pendekatan yang bertujuan meningkatkan produktivitas perusahaan dengan cara menjadwalkan kebutuhan akan material dan komponen untuk membantu perusahaan dalam mengatasi kebutuhan minimum dari komponen-komponen yang kebutuhannya dependen dan menjamin tercapainya produksi akhir. Material Requirement Planning muncul pada tahun 60an oleh Oliver Weight yang berasosiasi dengan Joseph Oirlicky, yang pertama kali diterapkan di Toyota Company Jepang. Banyaknya metode dalam manajemen material yang dapat digunakan untuk menentukan waktu dan volume pengadaan material, mengharuskan para pengambil keputusan harus menguasai setiap metode pengadaan material dalam manajemen material, mengetahui kelebihan dan kekurangan setiap metode serta dapat menggunakan metode yang tepat sesuai dengan keadaan yang dihadapi. Salah satu metode didalam manajemen material adalahMaterial Requirement Planning (MRP) yang pada mulanya adalah suatu metode pemesanan material, maka pada saat ini metode tersebut telah digunakan sebagai alat perencanaan dan pengawasan terhadap fungsi manajemen. Material requirement planning juga merupakan konsep dari suatu mekanisme untuk menghitung material yang dibutuhkan, kapan diperlukan dan berapa banyak.
2.1  Rumusan Masalah
a)      Apa Pengertian MRP?
b)      Apa tujuan dan komponen MRP?
c)      Apa saja kelemahan dan kelebihan dari MRP?
d)     Bagaimana proses dari MRP ?
e)      Apa saja manfaat MRP?
f)       Bagaimana struktur MRP?
g)      Bagaimana manajemen MRP?
h)      Bagaimana dinamika MRP?
i)        MRP dan JIT
j)        Studi kasus MRP






BAB III
Pembahasan
a)      Pengertian MRP (Material Requirement Planning)
MRP adalah lebih dari sekedar metode proyeksi kebutuhan-kebutuhan akan komponen individual dari suatu produk. Sistem MRP mempunyai tiga fungsi utama : control tingkat persediaan, penugasan komponen berdasar urutan prioritas, dan penentuan kebutuhan kapasitas (capacity requirement)pada tingkat yang lebih detail daripada proses perencanaan pada rough-cut capacity-requirements.
b)     Tujuan dan Komponen MRP (Material Requirement Planning)
·         Tujuan MRP adalah menentukan kebutuhan dan jadwal untuk pembuatan komponen-komponen subasembling-subasembling atau pembellian material untuk memenuhi kebutuhan yang telah ditetapkan sebelumnya oleh MPS. Jadi, MRP menggunakan MPS untuk memproyeksi kebutuhan akan jenis-jenis komponen (component parts).
·         Elemen-elemen MRP :
1)      Penjadwalan Induk (Master scheduling) : Bertujuan untuk menentukan output fungsi operasi.
2)      Bagan Bahan (Bill of Material) : Bahan-bahan apa saja dan berapa kompisisi untuk suatu produk.
3)      Catatan Sediaan (Inventory Record) : Catatan dari akumulasi transaksi sediaan yang terjadi di perusahaan atau pabrik.
4)      Perencanaan Kapasitas (Capacity Planning)
·         Suatu cara membuat perencanaan kapasitas, yaitu :
1)      Rough Cut Capacity Planning, perencanaan kapasitas pemotongan kasar yang lebih sedikit melakukan kalkulasi.
2)      Shop Loading, perencanaan yang lebih akurat daripada Rough Cut Capacity Planning.
3)      Pembelian (Purchasing) : Diperluas fungsinya tidak hanya sekedar membeli, tetapi termasuk juga membangun kepercayaan pemasok.
4)      Pengendalian Pengelola Bengkel (Shop-floor Control) : Bertugas untuk mengendalikan aliran bahan dengan memperhatikan lead time yang ada. Jangan sampai terjadi penumpukan akibat tidak lancarnya aliran bahan.






c)      Kelebihan dan Kelemahan Material Requirement Planning
·         Kelebihan MRP
1.      Kemampuan memberi harga lebih kompetitif
2.      Mengurangi harga penjualan
3.      Mengurangi Inventori
4.      Pelayanan pelanggan yang lebih baik
5.      Respon terhadap permintaan pasar lebih baik
6.      Kemampuan mengubah jadwal induk
7.      Mengurangi biaya setup
8.      Mengurangi waktu menganggur
9.      Memberi catatan kemajuan sehingga manager dapat merencanakan order sebelum pesanan aktual dirilis
10.  Memberitahu kapan memperlambat akan sebaik mempercepat
11.  Menunda atau membatalkan pesanan
12.  Mengubah kuantitas pesanan
13.  Memajukan atau menunda batas waktu pesanan
14.  Membantu perencanaan kapasitas
·         Kelemahan MRP
Problem utama penggunaan sistem MRP adalah integritas data. Jika terdapat data salah pada data persediaan, bill material data/master schedule kemudian juga akan menghasilkan data salah. Problem utama lainnya adalah MRP systems membutuhkan data spesifik berapa lama perusahaan menggunakan berbagai komponen dalam memproduksi produk tertentu (asumsi semua variable). Desain sistem ini juga mengasumsikan bahwa "lead time" dalam proses in manufacturing sama untuk setiap item produk yang dibuat. Proses manufaktur yang dimiliki perusahaan mungkin berbeda diberbagai tempat. Hal ini berakibat terjadinya daftar pesanan yang berbeda karena perbedaaan jarak yang jauh. The overall ERP system dapat digunakan untuk mengorganisaisi sediaan dan kebutuhan menurut individu perusaaannya dan memungkinkan terjadinya komunikasi antar perusahaan sehingga dapat mendistribuskan setiap komponen pada kebutuan perusahaan. Hal ini mengindikasikan bahwa sebuah sistem enterprise perlu diterapkan sebelum menerapkan sistem MRP. Sistem ERP system dibutuhkan untuk menghitung secara reguler dengan benar bagaimana kebutuhan item sebenarnya yang harus disediakan untuk proses produksi. MRP tidak mengitung jumlah kapasitas produksi. Meskipun demikian, dalam jumlah yang besar perlu diterapkan suatu sistem dalam tingkatan lebih lanjut, yaitu MRP II. MRP II adalah sistem yang mengintegrasikan aspek keuangan. Sistem ini mencakup perencanaan kapasitas.





d)     Proses MRP
Sistem MRP memerlukan syarat pendahuluan dan asumsi-asumsi yang harus dipenuhi. Bila syarat pendahuluan dan asumsi-asumsi tersebut telah dipenuhi, maka kita bisa mengolah MRP dengan empat langkah dasar sebagai berikut :
·         NETTING (Penghitungan Kebutuhan Bersih). Kebutuhan bersih (NR) dihitung sebagai nilai dari Kebutuhan Kotor (GR) minus Jadwal Penerimaan (SR) minus Persediaan Ditangan (OH. Kebutuhan besih dianggap nol bila NR lebih kecil dari atau sama dengan nol.
·         LOTTING (Penentuan Ukuran Lot). LAngkah ini bertujuan menentukan besarnya pesanan individu yang optimal berdasarkan hasil dari perhitungan kebutuhan bersih. Metode yang umum dipakai dalam prakteknya adalah Lot-for Lot (L-4-L).

e)      Manfaat MRP
Manfaat MRP adalah :
1)      Peningkatan pelayanan dan kepuasan konsumen.
2)      Peningkatan pemanfaatan fasilitas dan tenaga kerja.
3)      Perencanaan dan penjadwalan persediaan yang lebih baik.
4)      Tanggapan yang lebih cepatterhadap perubahan dan pergeseran pasar.
5)      Tingkat persediaan menururn tanpa mengurangi pelayanan kepada konsumen






















f)       Struktur MRP
Struktur Sistim Material Requirement Planning (MRP)
Cara kerja sistim MRP adalah sebagai berikut: pesanan produk dijadikan dasar untuk membuat skedul produksi master atau Master Production Schedule (MPS) yang memberikan gambaran tentang jumlah item yang diproduksi selama periode waktu tertentu. MPS dibuat berdasarkan pada peramalan kebutuhan akan peralatan yang diperlukan, merupakan proses alokasi untuk mengadakan sejumlah peralatan yang diinginkan dengan memperhatikan kapasitas yang dipunyai (pekerja, mesin, dan bahan).
https://sites.google.com/site/operasiproduksi/_/rsrc/1378516425690/perencanaan-kebutuhan-bahan/MRP%20BAGAN.jpg
Bill of Material mengidentifikasi material tertentu yang digunakan untuk membuat setiap item dan jumlah yang diperlukan yang dapat disusun dalam bentuk pohon produk (product structure tree). Bill of  material ini merupakan sebuah daftar jumlah komponen, campuran bahan dan bahan baku yang diperlukan untuk membuat suatu produk. Bill of material tidak hanya menspesifikasikan produksi, tetapi juga berguna untuk pembebanan biaya, dan dapat dipakai sebagai daftar bahan yang harus dikeluarkan untuk karyawan produksi atau perakitan. Bill of material digunakan dengan cara ini biasanya dinamakan daftar pilih.

        


Pohon Struktur Produk (Product Structure Tree) Pohon Struktur Produk (Product Structure Tree) adalah salah satu item informasi yang ada dalam Bill of Material. Pohon Struktur Produk (Product Structure Tree) didefinisikan sebagai bagan informasi tentang hubungan antara produk akhir dengan komponen-komponen penyusun produk akhir. Struktur produk merupakan suatu informasi tentang hubungan antara komponen dalam suatu perakitan, juga memberikan informasi tentang semua item, seperti nomor komponen dan jumlah yang dibutuhkan pada setiap pembelian. Struktur produk dibagi lagi menjadi dua jenis, yaitu :
·         Struktur produk single level yang menggambarkan hubungan antara produk akhir komponen-komponen penyusunnya dimana komponen-komponen tersebut langsung membentuk produk akhir atau berada satu level di bawah produk akhir.
https://sites.google.com/site/operasiproduksi/_/rsrc/1378516425692/perencanaan-kebutuhan-bahan/MRP%20struktur%20produk%20single%20level.jpg
·         Struktur produk multi level yang menggambarkan hubungan antara produk akhir dengan komponen penyusunnya dimana komponen-komponen tersebut memerlukan komponen-komponen lain untuk membuatnya dan begitu seterusnya. Bila dimisalkan untuk membuat 1 unit produk akhir X diperlukan 2 unit komponen A dan 1 unit komponen B. Sementara untuk membuat 1 unit komponen B diperlukan 3 unit komponen C dan 1 unit komponen D. Dari informasi tersebut dapat dibuat product structure tree sebagimana tersaji pada gambar di bawah ini :
https://sites.google.com/site/operasiproduksi/_/rsrc/1378516425692/perencanaan-kebutuhan-bahan/MRP%20struktur%20produk.jpg

      
File Catatan Keadaan Persediaan (inventory status), berisi data tentang jumlah unit yang tersedia dan sedang dipesan, serta berbagai perubahan inventori sehubungan dengan adanya kerugian akibat sisa bahan, pesanan yang dibatalkan, dll. Intinya File Catatan Keadaan Persediaan (inventory status)  menggambarkan status semua item yang ada dalam persediaan, dimana semua item persediaan harus diidentifikasikan untuk menjaga kekeliruan perencanaan, juga harus berisi data tentang lead time, lot size, teknik lot size, persediaan cadangan dan catatan penting lainnya. Tiga sumber tersebut, skedul master, bill of material, dan inventory record menjadi sumber data bagi MRP yang akan menjabarkan skedul produksi menjadi rencana skedul pemesanan secara detil untuk keseluruhan urutan produksi.
https://sites.google.com/site/operasiproduksi/_/rsrc/1378516425690/perencanaan-kebutuhan-bahan/MRP%20BAGAN.jpg

Berikut secara ringkas dapat kita lihat hubungan antara pertanyaan operasional yang dijawab, basis dan hasil yang diberikan oleh pendekatan MRP :

QUESTION
BASIS
RESULT
What to order
  • Master schedule
  •  Bill of material
  • Gross Requirement
How much to order
  •  Inventory balances
  • Schedule Receipt
  • Order Rules
  • Net Requirement
When to order
  •  Lead time
  • Due dates

Format Skedul Material Requirement Planning (MRP)
Untuk dapat menentukan kapan suatu komponen harus dipesan dan berapa jumlah yang harus dipesan, serta kapan produk akhir harus dikerjakan dan kapan harus dikirim kepada pelanggan dengan pendekatan MRp, maka perlu dibuat skedul MRP dengan format sebagai berikut:

Item            :                                                  Order Quantity :
Lead Time   :                                                  Safety Stock     :
Periods
1
2
3
4
5
N
Gross Requirement






Scheduled Receipts






Projected Available Balance/ On hand inventory






Net Requirement






Planned Order Receipts






Planned Order Releases
















Keterangan :
·         Item, adalah nomor komponen yang direncanakan akan kebutuhannya.
·         Lead Time adalah periode yang didefinisikan sebagai jangka waktu yang diperlukan untuk sebuah aktivitas (order preparation, move, manufacture/ assembly/ purchase, receiving, inspection, etc).
·         Order Quantity adalah kuantitas order dari komponen yang harus dipesan berdasarkan Lot Sizing.
·         Safety Stock adalah tingkat persediaan yang ditentukan oleh perencana untuk mengantisipasi adanya fluktuasi permintaan.
·         Gross Requirement  adalah total antisipasi penggunaan untuk setiap komponen.
·         Dalam terminologi MRP, periode waktu (time periods) disebut buckets dan biasanya satu minggu. MRP mengendalikan inventori dan produksi dengan menggunakan konsep Time-phasing yakni penghitungan waktu penyelesaian produk akhir dimana perhitungan berjalan mundur untuk menentukan kapan setiap komponen harus dipesan.
Untuk menyusun rencana kebutuhan dan waktu pemesanan serta penyelesaian pekerjaan, langkah dasar proses material requirement planning adalah sebagai berikut :
1)      Tahap pertama adalah tahap menentukan kapan pekerjaan harus selesai atau material harus tersedia agar jadwal induk produksi (MPS) terpenuhi
2)      Netting, yaitu perhitungan kebutuhan bersih yang besarnya merupakan selisih antara kebutuhan kotor dan keadaan persediaan. 
3)      Lotting, yaitu perhitungan untuk menentukan besarnya pesanan setiap individu berdasarkan hasil perhitungan netting. Dengan demikian Lotting merupakan proses penentuan ukuran pemesanan untuk memenuhi kebutuhan bersih untuk satu atau beberapa periode sekaligus sehingga dapat meminimalkan persediaan.
4)      Offsetting, yaitu perhitungan untuk menentukan saat yang tepat dalam melakukan rencana pemesanan untuk memenuhi kebutuhan bersih (netting), dimana rencana pemesanan diperoleh dengan mengurangkan saat awal tersedianya kebutuhan bersih yang diinginkan dengan Lead Time. Dengan kata lain, menentukan pelaksanaan perencanaan pemesanan (planned order released), kapan pemesanan atau pembatalan harus dilakukan dengan mempertimbangkan Lead Time. Waktu tunggu (lead time) yang diperlukan untuk menentukan saat/tanggal perintah pesanan, di mana untuk menentukan saat/tanggal perintah pesanan tersebut tergantung pada :
·         Waktu yang dibutuhkan untuk proses produksi.
·         Waktu yang dibutuhkan untuk proses administrasi pemesanan atau birokrasi perusahaan
·         Waktu yang dibutuhkan untuk kedatangan pesanan mulai dari saat pemesanan sampai kedatangan pesanan (tergantung kepada kesanggupan supplier untuk memenuhi pesanan)
·         Waktu yang dibutuhkan untuk proses inspeksi pesanan
·         Waktu tunggu tersebut merupakan penjumlahan secara kumulatif dari waktu tunggu tersebut di atas.
·         Explosion, yaitu perhitungan kebutuhan kotor untuk tingkat yang lebih bawah, berdasarkan atas rencana produksi.
·         Mengulangi tahap 1 sampai tahap 5 untuk setiap komponen.
·         Closed Loop dari Sistem Material Requirements Planning.
MRP merupakan suatu sistem pengolahan informasi yang memungkinkan perencanaan dan pengawasan material dan kapasitas yang dibutuhkan untuk membuat produk akhir. Closed-loop MRP merupakan suatu sistem diagram alir. Closed-loop MRP mengembangkan suatu kebutuhan kapasitas dengan membandingkan utilitas kapasitas yang direncanakan berdasarkan Master Production Schedule dan MRP terhadap kapasitas yang tersedia untuk menentukan apakah rencana tersebut dapat dicapai atau tidak. Jika suatu rencana yang fisibel sudah dikembangkan, pesanan (actual order) dapat dilepaskan, dan kegiatan produksi dapat dikendalikan dengan cara membandingkan hasil yang dicapai dengan rencana.

https://sites.google.com/site/operasiproduksi/_/rsrc/1378516425692/perencanaan-kebutuhan-bahan/MRP%20closed%20loop.jpg




o   Asumsi Material Requirement Planning (MRP)
Asumsi yang harus dipenuhi  untuk dapat berhasil mengoperasikan MRP antara lain :
1)      Tersedia data file yang terintegrasi yang berisi data status persediaan dan data tentang struktur produk (harus teliti, lengkap dan up to date).
2)      Lead time untuk semua item diketahui atau diperkirakan.
3)      Terkendalinya setiap item diketahui atau dapat diperkirakan.
4)      Tersedianya semua komponen untuk setiap perakitan, pada saat pesanan perakitan tersebut dilakukan. Maksudnya agar jumlah dan waktu kebutuhan kotor dari perakitan tersebut dapat ditentukan.
5)      Pengadaan dan pemakaian terhadap komponen bahan bersifat diskrit.
6)      Proses pembuatan suatu item bersifat independent (tidak tergantung) terhadap proses pembuatan item lainnya.
o   Lot Sizing dalam Sistim Material Requirement Planning (MRP)
Penentuan ukuran lot dalam MRP merupakan masalah yang komplek dan sulit. Lot Size diartikan sebagai kuantitas yang dinyatakan dalam penerimaan pesanan dan penyerahan pesanan dalam skedul MRP. Untuk komponen yang diproduksi di dalam pabrik, lot size merupakan jumlah produksi, untuk komponen yang dibeli. Lot size berarti jumlah yang dipesan dari supplier. Dengan demikian Lot size secara umum merupakan pemenuhan kebutuhan komponen untuk satu atau lebih periode. Sebenarnya ada banyak metode lot sizing yang dapat digunakan. Metode-metode tersebut dikelompokkan berdasarkan karakteristik sifat lot sizing yang diinginkan apakah statis atau dinamis. Secara singkat pengelompokkan tersebut dapat dilihat pada bagan berikut:
https://sites.google.com/site/operasiproduksi/_/rsrc/1378516425690/perencanaan-kebutuhan-bahan/MRP%20Lot%20Sizing.jpg
      




Kebijakan persediaan dikembangkan untuk menentukan kapan dilakukan penggantian kembali (replenishment) persediaan dan berapa banyak harus dipesan dalam sekali pemesanan. Keputusan tentang ukuran lot dan saat produksi sangat penting karena menyangkut penggunaan tenaga kerja dan peralatan yang ekonomis. Teknik lot sizing merupakan ukuran lot sizing (kuantitas pesanan) untuk memenuhi kebutuhan bersih satu atau beberapa periode sekaligus. Dalam penerapan metode MRP penentuan ukuran pesanan (lot) yang digunakan merupakan faktor yang terpenting. Pemilihan teknik lot sizing yang akan digunakan mempengaruhi keefektifan sistem MRP secara keseluruhan.  Didalam pemilihan keputusan teknik lot sizing yang digunakan, hal yang dipertimbangkan adalah biaya-biaya yang terjadi akibat adanya persediaan (biaya persediaan), yaitu biaya pemesanan (ordering cost) dan biaya penyimpanan (holding cost). Sampai saat ini ada sepuluh teknik lot sizing yang menggunakan pendekatan level by level yang dapat digunakan, yaitu :
·         Jumlah pesanan tetap atau Fixed Order Quantity (FOQ).
·         Jumlah pesanan ekonomi atau Economic Order Quantity (EOQ)
·         Lot untuk lot atau Lot for Lot (LFL).
·         Kebutuhan periode tetap atau Fixed Period Requirements (FPR).
·         Jumlah pesanan periode atau Period Order Quantity (POQ).
·         Ongkos unit terkecil atau Least Unit Cost (LUC).
·         Ongkos total terkecil atau Least Total Cost (LTC).
·         Keseimbangan suatu periode atau Part Period Balancing (PBB).
·         Metode Silver Meal (SM).
·         Algoritma Wagner Whittin (AWW).
Untuk menjelaskan kesepuluh teknik lotsizing tersebut di atas, berikut diberikan ilustrasi :
o   Dimisalkan sebuah perusahaan memiliki data-data sebagai berikut:
Data kebutuhan bersih tiap periode (bulan)
Periode ( t )
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Kebutuhan bersih ( Rt )
20
40
30
10
40
0
55
20
40


Data Ongkos
Harga perunit (C)        = Rp. 50,-
Ongkos Pengadaan (S)/ biaya pesan    = Rp. 100,-    per pengadaan atau per pesan
Ongkos Simpan      = Rp. 4.080/tahun
Ongkos Simpan      = Rp. 340/bulan
Ongkos Simpan        = Rp. 1,- /unit/bulan

Waktu ancang-ancang (lead time)
Waktu ancang-ancang    = 0




1) Lot Sizing dengan Teknik Fixed Order Quantity (FOQ)    
Teknik FOQ menggunakan kuantitas pemesanan yang tetap untuk suatu persediaan item tertentu dapat ditentukan secara sembarang atau berdasarkan pada faktor-faktor intuitif. Dalam menggunakan teknik ini jika perlu, jumlah pesanan diperbesar untuk menyamai jumlah kebutuhan bersih yang tinggi pada suatu perioda tertentu yang harus dipenuhi, yang berarti ukuran kuantitas pemesanannya (lot sizing) adalah sama untuk seluruh periode selanjutnya dalam perencanaan.  Metode ini dapat digunakan untuk item-item yang biaya pemesanannya (ordering cost) sangat besar. Tabel dibawah ini merupakan contoh pemakaian teknik EOQ dengan ukuran lot sebesar 100.
Lot sizing dengan menggunakan Teknik FOQ menghasilkan skedul sebagai berikut:
Periode ( t )
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Total
Kebutuhan bersih (Rt)
20
40
30
10
40
0
55
20
40
255
Kuantitas Pemesanan Xt
100



100

100


300
Persediaan
80
40
10
0
60
60
105
85
45
485

berdasarkan skedul lot sizing dengan menggunakan teknik FOQ di atas, biaya sehubungan dengan penggunaan teknik tersebut dapat dihitung sebagai berikut :
Ongkos  pengadaan = 3 x Rp. 100,-  maka :
Ongkos simpan     
= (80+40+10+60+60+105+85+45) = 485
= 485 x Rp. 1,-
= Rp. 485,-
sehingga Total ongkos sebesar 300 + 485  =  Rp. 785

2) Lot Sizing dengan Teknik Economic Order Quantity (EOQ)
Metode ini diperkenalkan pertama kali oleh Ford Harris dari Westinghouse pada tahun 1915. Metode ini merupakan inspirasi bagi para pakar persediaan untuk mengembangkan metode-metode pengendaliaan persediaan lainnya. Metode ini dikembangkan atas fakta adanya biaya variabel dan biaya tetap dari proses produksi atau pemesanan barang. Teknik EOQ ini besarnya ukuran lot adalah tetap, melibatkan ongkos pesan dan ongkos simpan. Pemesanan dilakukan apabila jumlah persediaan tidak dapat memenuhi kebutuhan yang diinginkan. Teknik ini biasa dipakai untuk horison perencanaan selama satu tahun (12 bulan atau 52 minggu), sedangkan keefektifannya akan bagus jika pola kebutuhan bersifat kontinu dan tingkat kebutuhan konstan. Ukuran kuantitas pemesanan (lot sizing) ditentukan dengan :





Dimana :
EOQ = Q*    = kuantitas pemesanan yang optimal (yang meminimumkan biaya persediaan)
Co = Cs = S   = ongkos Pesan (set up Cost) Rp100,-
R   = demand per  (255/9) x12 =340
Ch = H  = ongkos Simpan per unit per tahun (Rp4080/340) = 12
Jika kita mengasumsikan bahwa periode yang ada pada contoh sebelumnya sama, maka ukuran lot dengan menggunakan teknik EOQ ini adalah : = 75 unit

Maka ukuran lot sebesar 75 unit ini dipakai untuk memenuhi kebutuhan bersih yang ada sepanjang horizon perencanaan dengan cara sebagai berikut :
Periode ( t )
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Total
Kebutuhan bersih (Rt)
20
40
30
10
40
0
55
20
40
255
Kuantitas Pemesanan Xt
75

75



75

75
300
Persediaan
55
15
60
50
10
10
30
10
45
285

berdasarkan skedul lot sizing dengan menggunakan teknik EOQ di atas, biaya sehubungan dengan penggunaan teknik tersebut dapat dihitung sebagai berikut :
Ongkos  pengadaan = 4 x Rp. 100,- = Rp. 400
Ongkos simpan     
= (55+15+60+50+10+10+30+10+45) = 285
= 285 x Rp. 1,-
= Rp. 285,-
Dengan demikian Total ongkos     =  400 + 285  =  Rp. 685

3) Lot for Lot (LFL)
Teknik ini merupakan lot sizing yang mudah dan paling sederhana. Teknik ini selalu melakukan perhitungan kembali (bersifat dinamis) terutama apabila terjadi perubahan pada kebutuhan bersih. Penggunaan teknik ini bertujuan untuk meminimumkan ongkos simpan, sehingga dengan teknik ini ongkos simpan menjadi nol. Oleh karena itu, sering sekali digunakan untuk item-item yang mempunyai biaya simpan sangat mahal. Apabila dilihat dari pola kebutuhan yang mempunyai sifat diskontinu atau tidak teratur, maka teknik Lot for Lot ini memiliki kemampuan yang baik. Di samping itu teknik ini sering digunakan pada sistem produksi manufaktur yang mempunyai sifat setup permanen pada proses produksinya. Pemesanan dilakukan dengan mempertimbangkan ongkos penyimpanan. Pada teknik ini, pemenuhan kebutuhan bersih dilaksanakan disetiap periode yang membutuhkannya, sedangkan besar ukuran kuantitas pemesanan (lot sizing) adalah sama dengan jumlah kebutuhan bersih yang harus dipenuhi pada periode yang bersangkutan. Sebagai contoh berikut ini merupakan ilustrasi dari penerapan teknik LFL dengan data kebutuhan bersih yang telah digunakan contoh-contoh berikutnya.
Periode ( t )
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Total
Kebutuhan bersih (Rt)
20
40
30
10
40
0
55
20
40
255
Kuantitas Pemesanan Xt
20
40
30
10
40
0
55
20
40
255
Persediaan
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

berdasarkan skedul lot sizing dengan menggunakan teknik LFL di atas, biaya sehubungan dengan penggunaan teknik tersebut dapat dihitung sebagai berikut :
Ongkos  pengadaan     = 8 x Rp. 100,- = Rp. 800
Ongkos simpan     = 0       
Total ongkos     =  800 + 0  =  Rp. 800

4) Fixed Period Requirements (FPR)
Teknik FPR ini menggunakan konsep interval pemesanan yang konstan, sedangkan ukuran kuantitas pemesanan (lot size) bervariasi. Bila dalam metode FOQ besarnya jumlah ukuran lot adalah tetap sementara selang waktu antar pemesanan tidak tetap, sedangkan dalam metode FPR ini selang waktu antar pemesanan dibuat tetap dengan ukuran lot sesuai pada kebutuhan bersih. Ukuran kuantitas pemesanan tersebut merupakan penjumlahan kebutuhan bersih   dari setiap periode yang tercakup dalam interval pemesanan yang telah ditetapkan. Penetapan interval penetapan dilakukan secara sembarang. Pada teknik FPR ini, jika saat pemesanan jatuh pada periode yang kebutuhan bersihnya sama dengan nol, maka pemesanannya dilaksanakan pada periode berikutnya. Sebagai contoh, berikut ini merupakan pemakaian teknik FPR dengan interval pemesanan tiga periode.
Periode ( t )
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Total
Kebutuhan bersih (Rt)
20
40
30
10
40
0
55
20
40
255
Kuantitas Pemesanan Xt
90


50


115


255
Persediaan
70
30
0
40
0
0
60
40
0
240

berdasarkan skedul lot sizing dengan menggunakan teknik FPR di atas, biaya sehubungan dengan penggunaan teknik lot sizing FPR dapat dihitung sebagai berikut :
Ongkos  pengadaan     = 3 x Rp. 100,- = Rp. 300
Ongkos simpan     
= (70+30+40+60+40) = 240
= 240 x Rp. 1,-
= Rp. 240,-    
diperoleh Total ongkos     = 300 + 240  =  Rp. 540

5) Period Order Quantity (POQ)
Teknik POQ ini pada prinsipnya sama dengan FPR. Bedanya adalah pada teknik POQ interval pemesanan ditentukan dengan suatu perhitungan yang didasarkan pada logika EOQ klasik yang telah dimodifikasi, sehingga dapat digunakan pada permintaan yang berperiode diskrit. Tentunya dapat diperoleh hasil mengenai besarnya jumlah pesanan yang harus dilakukan dan interval periode pemesanan. Dibandingkan dengan teknik jumlah pesanan ekonomis ini akan memberikan ongkos persediaan yang lebih kecil dan dengan ongkos pesan yang sama. Kesulitan yang dihadapi dalam teknik ini adalah bagaimana menentukan besarnya interval perioda pemesanan apabila sifat kebutuhan adalah diskontinu. Jika ini terjadi, penentuan interval periode yang bernilai nol dilewati. Interval pemesanan ditentukan sebagai berikut :
https://sites.google.com/site/operasiproduksi/_/rsrc/1378516425690/perencanaan-kebutuhan-bahan/MRP%20Lotsizing%20EOI.jpg
dimana :
EOI    = interval pemesanan ekonomis dalam satu periode
C    = biaya pemesanan setiap kali pesan
h    = persentase biaya simpan setiap periode
P    = harga atau biaya pembelian perunit
R    = rata-rata permintaan per periode 

Sebagai contoh, berikut ini merupakan penerapan teknik POQ dengan data pada contoh sebelumnya.
-    Jumlah periode dalam 1 tahun  = 12 bulan
-    Jumlah unit yang dipesan per tahun = 255 unit
-    Rata-rata permintaan (R)  = 28,3 unit
-    Q (dari teknik EOQ)  = 75 unit
-    Biaya pesan (C)  = 100 rupiah/ pesan
-    Ongkos simpan (h)  = 1 rupiah/ bulan
-    Harga perunit (P)  = 50 rupiah/ unit

Pembahasan 
https://sites.google.com/site/operasiproduksi/_/rsrc/1378516425690/perencanaan-kebutuhan-bahan/MRP%20Lotsizing%20EOI%20Jawab.jpg

Interval pemesanan yang  diperbolehkan adalah 2,6 yang berarti interval pemesanan yangn digunakan  boleh 2 atau 3 periode dan frekuensi pemesanan boleh 4 atau 5 kali pemesanan dalam satu tahun.
Periode ( t )
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Total
Kebutuhan bersih (Rt)
20
40
30
10
40
0
55
20
40
255
Kuantitas Pemesanan Xt
60

40

40

75

40
255
Persediaan
40
0
10
0
0
0
20
0
0
70

berdasarkan skedul lot sizing dengan menggunakan teknik POQ atau EOI  di atas, biaya sehubungan dengan penggunaan teknik tersebut dapat dihitung sebagai berikut :
Ongkos  pengadaan     = 5 x Rp. 100,- = Rp. 500
Ongkos simpan     = (40+10+20) = 70 x Rp. 1,- = Rp. 70,-
Jadi Total ongkos  keseluruhan adalah sebesar    500 + 70  =  Rp. 570













7)      Least Unit Cost (LUC)
Teknik LUC ini dan ketiga teknik berikutnya mempunyai kesamaan tertentu, yaitu ukuran kuantitas pemesanan dan interval pemesanannya bervariasi. Pada teknik LUC ini ukuran kuantitas pemesanan ditentukan dengan cara coba-coba, yaitu dengan jalan mempertanyakan apakah ukuran lot disuatu periode sebaiknya sama dengan ukuran bersihnya atau bagaimana kalau ditambah dengan periode-periode berikutnya. Keputusan ditentukan berdasarkan ongkos per unit (ongkos pengadaan per unit ditambah ongkos simpan per unit) terkecil dari setiap bakal ukuran lot yang akan dipilih. Dari hasil perhitungan tabel tersebut, terlihat bahwa pada kelompok pertama, bakal lot sebesar 90 terpilih sebagai lot yang pertama sebab menimbulkan ongkos per unit  terkecil yaitu sebesar Rp 2,22. Lot sebesar 90 ini akan mencakup kebutuhan bersih periode ke1, 2, dan 3, sedangkan periode ke-4 dimasukkan kedalam kelompok ke-2. Pada kelompok ke 2 ongkos perunit terkecil adalah Rp 2,8 sehingga bakal lot sebesar 40 terpilih sebagai lot ke 2. Lot sebesar 50 ini akan mencakup kebutuhan bersih periode ke 4, 5, dan 6.  Sedangkan periode ke 7 dimasukkan kedalam kelompok ketiga. Pada kelompok ketiga ini ongkos per unit terkecil adalah Rp 1,6 sehingga bakal lot size sebesar 75 terpilih sebagai lot yang ke tiga yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan bersih periode ke 7, dan 8, pada kelompok keempat sebesar 40.

Diketahui :
Ongkos pengadaan    :      Rp. 100
Ongkos simpan    :      Rp. 1,-/unit periode

Periode
Kumulatif Demand
Ongkos Setup
Lama Digudang
Ongkos
Simpan
Ongkos Total
Ongkos Perunit

Ket
1
20
100
0
0
100
5

1-2
60
100
1
40
140
2,3

1-3
90
100
2
100
200
2,2
Terpilih
1-4
10
100
3
130
230
2,3

4
10
100
0
0
100
10

4-5
50
100
1
40
140
2,8

4-6
50
100
2
40
140
2,8
Terpilih
4-7
105
100
3
205
305
2,9

7
55
100
0
0
100
1,8

7-8
75
100
1
20
120
1,6
Terpilih
7-9
115
100
2
100
200
1,7

9
40
100
0
0
100
2,5
Terpilih
Keterangan  :
·         Periode penyimpanan adalah periode yang dicakup oleh bakal lot size.
·         Bakal LS adalah ukuran kuantitas pemesanan (lot size) yang akan dipilih yang besarnya merupakan kumulatif kebutuhan bersih dari periode yang dicakup.
·         Ongkos simpan untuk lot adalah Kebutuhan bersih dikali ongkos simpan/unit dikali lama digudang.
·         Ongkos total adalah ongkos setup ditambah ongkos simpan.
·         Ongkos per unit adalah ongkos total dibagi banyak kumulatif demand.
Secara lengkap skedul MRP dengan lot sizing menggunakan teknik LUC adalah sebagai berikut.

Periode ( t )
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Total
Kebutuhan bersih  (Rt)
20
40
30
10
40
0
55
20
40
255
Kuantitas Pemesanan Xt
90


50


75

40
255
Persediaan
70
30
0
40
0
0
20
0
0
160

berdasarkan skedul tersebut di atas, biaya yang timbul sehubungan dengan lot sizing menggunakan teknik LUC dapat dihitung sebagai berikut
Ongkos  pengadaan     = 4 x Rp. 100,- = Rp. 400
Ongkos simpan         
= (70+30+40+20) = 160
= 160 x Rp. 1, - = Rp. 160,-
dengan demikian Total ongkos  sebesar 400 + 160  =  Rp. 560


8)      Least Total Cost (LTC)
Teknik ini didasarkan pada pemikiran bahwa jumlah ongkos pengadan dan ongkos simpan (ongkos total) setiap ukuran kuantitas pemesanan yang ada pada suatu horizon perencanaan dapat diminimasi jika besar ongkos-ongkos tersebut sama atau hampir sama. Sarana untuk mencapai tujuan tersebut adalah suatu faktor tang disebut Economic Part Periode (EPP). Pemilihan ukuran lot ditentukan dengan jalan membandingkan ongkos part period yang ditimbulkan oleh setiap ukuran lot tersebut dengan EPP, yang paling dekat atau sama dengan EPP dipilih sebagai ukuran lot yang akan dilaksanakan. Part period adalah satu unit yang disimpan dalam persediaan dalam satu periode. EPP dapat didefinisikan sebagai kuantitas suatu item persediaan yang bila disimpan didalam persediaan selama satu periode, akan menghasilkan ongkos pengadaan yang sama dengan ongkos simpan. EPP dapat dihitung secara sederhana dengan memberi ongkos setiap kali pesan (S) dengan ongkos simpan perunit (h). Sebagai contoh, tabel 2.19. di bawah ini adalah contoh pemakaian teknik LTC dengan menggunakan data yang digunakan pada contoh sebelumnya. Dengan nilai EPP adalah sebagai berikut :
https://sites.google.com/site/operasiproduksi/_/rsrc/1378516425691/perencanaan-kebutuhan-bahan/MRP%20Lotsizing%20LTC.jpg

Sehingga perhitungan ongkosnya adalah sebagai berikut:
Periode
Demand
Lama Digudang
Ongkos Simpan Digudang
Kumulatif Ongkos Simpan
Total Unit
1
20
0
0
0

2
40
1
40
40

3
30
2
60
100
90
4
10
0
0
0

5
40
1
40
40

6
0
2
0
40
50
7
55
3
165
205

7
55
0
0
0

8
20
1
20
20

9
40
2
80
100
115
Perhitungan di atas memperlihatkan bahwa kelompok yang pertama bakal lot sebesar 90 unit terpilih sebagai ukuran lot pertama sebab menimbulkan ongkos yang sama dengan EPP yaitu sebesar 100 part period. Dengan demikian alasan yang sama diperoleh lot yang kedua sebesar 50 unit dan 115 unit ukuran lot ketiga. Selanjutnya skedul MRP selengkapnya dengan lot sizing menggunakan teknik LTC adalah sebagai berikut :

Periode ( t )
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Total
Kebutuhan bersih (Rt)
20
40
30
10
40
0
55
20
40
255
Kuantitas Pemesanan Xt
90


50


115


255
Persediaan
70
30
0
40
0
0
60
40
0
240

dan ongkos sehubungan dengan lot sizing menggunakan teknik LTC adalah 
Ongkos  pengadaan     = 3 x Rp. 100,- = Rp. 300
Ongkos simpan         
= (70+30+40+60+40) = 240
= 240 x Rp. 1, - = Rp. 240,-
sehingga Total ongkos sebesar  300 + 240  =  Rp. 540


8) Part Period Balancing (PPB)
Metode PPB sering juga disebut Metode Part Period Algorithm adalah pendekatan jumlah lot untuk menentukan jumlah pemesanan berdasarkan keseimbangan antara biaya pesan dan biaya simpan. Oleh karena itu metode ini disebut juga Part Period Balancing (PPB) atau total biaya terkecil. Metode ini menseleksi jumlah periode untuk mencukupi pesanan tambahan berdasarkan akumulasi biaya simpan dan biaya pesan. Tujuannya adalah menentukan jumlah lot untuk memenuhi periode kebutuhan. Penentuan jumlah pesanan (lot) dilaksanakan dengan mengakumulasikan permintaan dari periode-periode yang berdampingan kedalam suatu lot tunggal sampai carrying cost kumulatifnya melampaui atau sama dengan setup cost. Teknik PPB ini menggunakan dasar logika yang sama dengan teknik LTC, perhitungan kuantitas pemesanan juga sama. Pertama mengkonversikan ongkos pesan menjadi Equivalent Part Period (EPP), dengan rumus :
https://sites.google.com/site/operasiproduksi/_/rsrc/1378516425691/perencanaan-kebutuhan-bahan/MRP%20Lotsizing%20PPB%20Rumus.jpg
Dimana :
S    = ongkos Pesan /ongkos Setup
h    = ongkos Simpan per unit per periode

berikut contoh pemakaian teknik PPB dengan menggunakan data yang digunakan pada contoh sebelumnya. Dengan nilai EPP adalah sebagai berikut :
https://sites.google.com/site/operasiproduksi/_/rsrc/1378516425691/perencanaan-kebutuhan-bahan/MRP%20Lotsizing%20PPB%20Jawab.jpg

 
Periode
Demand
Periode
Digudang
Periode
Part
Kumulatif
Total
Unit
1
20
0
0
0

2
40
1
40
40

3
30
2
60
100
90
4
10
0
0
0

5
40
1
40
40

6
0
2
0
40
50
7
55
3
165
205

7
55
0
0
0

8
20
1
20
20

9
40
2
80
100
115
Untuk menentukan period part, yaitu dengan mengkalikan kebutuhan atau demand dengan periode digudang. Di bawah ini skedul MRP dengan lot sizing teknik PPB.
Periode ( t )
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Total
Kebutuhan bersih  (Rt)
20
40
30
10
40
0
55
20
40
255
Kuantitas Pemesanan Xt
90


50


115


255
Persediaan
70
30
0
40
0
0
60
40
0
240

skedul tersebut memberikan dampak pada ongkos yang dihitung sebagai berikut
Ongkos  pengadaan     = 3 x Rp. 100,- = Rp. 300
Ongkos simpan         
= (70+30+40+60+40) = 240
= 240 x Rp. 1,- =  Rp. 240,-
sehingga Total ongkos yang ditimbulkan adalah sebesar 300 + 240  =  Rp. 540

9) Metode Silver Meal Algoritm
Metode Silver-Meal atau sering pula disebut metode SM yang dikembangkan oleh Edward Silver dan Harlan Meal berdasarkan pada periode biaya. Penentuan rata-rata biaya per periode adalah jumlah periode dalam penambahan pesanan yang meningkat. Penambahan pesanan dilakukan ketika rata-rata biaya periode pertama meningkat. Jika pesanan datang pada awal periode pertama dan dapat mencukupi kebutuhan hingga akhir periode T. Teknik Silver Meal menggunakan pendekatan yang agak sama dengan PPB. Kriteria dari teknik Silver Meal adalah bahwa lot size yang dipilih harus dapat meminimasi ongkos total per perioda. Permintaan dengan perioda-perioda yang berurutan diakumulasikan ke dalam suatu bakal ukuran lot (tentative lot size) sampai jumlah carrying cost dan setup cost dari lot tersebut dibagi dengan jumlah perioda yang terlibat meningkat. Total biaya relevan per periode adalah sebagai berikut : 
https://sites.google.com/site/operasiproduksi/_/rsrc/1378516425691/perencanaan-kebutuhan-bahan/MRP%20Lotsizing%20Silver%20Meal%20Rumus%20TRC.jpg

https://sites.google.com/site/operasiproduksi/_/rsrc/1378516425691/perencanaan-kebutuhan-bahan/MRP%20Lotsizing%20Silver%20Meal%20Rumus%20TRC%202.jpg





dimana :
C    = biaya pemesanan per periode
h    = persentase biaya simpan per periode
P    = biaya pembelian per unit
Ph    = biaya Simpan per periode
TRC(T)    = total biaya relevan pada periode T
T    = waktu penambahan dalam periode
Rk    = rata-rata permintaan dalam periode k

Tujuannya adalah menentukan T untuk meminimumkan total biaya relevan per periode.   
Berikut ini langkah-langkah dari Metode Silver-Meal.
  1. Tentukan ukuran lot tentatif dimulai dari periode T. Ukuran lot tentatif = dt, net req pada periode T. Hitung ongkos total per periodenya.
  2. Tambahan kebutuhan pada periode berikutnya pada lot tersebut. Kemudian hitung ongkos total per periodenya.
  3. Bandingkan ongkos total per periode sekarang dengan yang sebelumnya, jika TRC(L) ≤ TRC(L-1) kembali ke langkah 2 dan TRC(L) > TRC(L-1) lanjutkan ke langkah 4.
  4. Ukuran lot pada periode   
https://sites.google.com/site/operasiproduksi/_/rsrc/1378516425691/perencanaan-kebutuhan-bahan/MRP%20Lotsizing%20Silver%20Meal%20Rumus%20Ukuran%20Lot.jpg
  1. Sekarang T = L, jika akhir dari horizon perencanaan telah dicapai, hentikan algoritma, jika belum, kembali ke langkah 1.
Selanjutnya dilakukan perhitungan sebagai berikut:
Periode
T
Demand
Tambahan Biaya Simpan
(Ph(T-1)Rt
Biaya Simpan Kumulatif
TRC (T)
(C+Kol 5)
TRC(T)/T
(Kol 6 /T)
1
1
20
50(1)(0)(20) = 0
0
100
100
2
2
40
50(1)(1)(40) = 2000
2000
2100
1050
2
1
40
50(1)(0)(40) = 0
0
100
100
3
2
30
50(1)(1)(30) = 1500
1500
1600
800
3
1
30
50(1)(0)(30) = 0
0
100
100
4
2
10
50(1)(1)(10) = 500
500
600
300
4
1
10
50(1)(0)(10) = 0
0
100
100
5
2
40
50(1)(1)(40) = 2000
2000
2100
1050
5
1
40
50(1)(0)(40) = 0
0
100
100
6
2
0
50(1)(1)(0) = 0
0
100
50
7
3
55
50(1)(2)(55) = 5500
5500
5600
1867
7
1
55
50(1)(0)(55) = 0
0
100
100
8
2
20
50(1)(1)(20) = 1000
2000
2100
1050
9 
 3






Dengan demikian skedul MRP dengan lot sizing teknik Silver-Meal adalah 
Periode ( t )
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Total
Kebutuhan bersih  (Rt)
20
40
30
10
40
0
55
20
40
255
Kuantitas Pemesanan Xt
20
40
30
10
40

55
20
40
255
Persediaan
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

Dari sekdul tersebut di atas didapat :
Ongkos  pengadaan                = 8 x Rp. 100,- = Rp. 800,-
Ongkos simpan                       = 0 
sehingga Total ongkos            =  800 + 0  =  Rp. 800,-

10) Algoritm Wagner Whittin (AWW)
Teknik ini menggunakan prosedur optimasi yang didasari model programa dinamis. Tujuannya adalah untuk mendapatkan strategi pemesanan yang optimum untuk seluruh jadwal kebutuhan bersih dengan jalan meminimasi total ongkos pengadaan dan ongkos simpan, pada dasarnya teknik ini menguji semua cara pemesanan yang mungkin dalam memenuhi kebutuhan bersih setiap periode yang ada pada horizon perencanaan sehingga senantiasa memberikan jawaban yang optimal. Wagner-Whittin Algorithm memperoleh suatu jumlah maksimum solusi kepada data yang meminimum masalah ukuran pesanan dinamis di atas suatu perencanaan yang terbatas. itu memerlukan bahwa semua periode permintaan dicukupi, yang periode waktu di dalam perencanaan  b dari suatu panjangnya  pemesanan ditetapkan, dan pesanan itu ditempatkan untuk meyakinkan hasil 0 pesanan produk pada awal suatu periode waktu. Algorithim Wagner-Whittin suatu pendekatan programming dinamis yang mana dapat digunakan untuk menentukan biaya yang dapat diawali yang minimum. Metode ini menggunakan beberapa keterangan untuk menyederhanakan perhitungan sebagai diterangkan oleh three-step prosedur berikut :
1.      Memperhitungkan adalah total biaya variabel acuan untuk semua alternatif pemesanan yang mungkin untuk sementara waktu terdiri dari N periode. Total biaya variabel meliputi memesan dan memegang biaya-biaya. Zc-e artinya  untuk total biaya variabel di dalam periode c sampai e dalam penempataan adalah suatu pesanan di dalam periode c yang mana  membuat puas kebutuhan di dalam periode  sampai

https://sites.google.com/site/operasiproduksi/_/rsrc/1378516425692/perencanaan-kebutuhan-bahan/MRP%20Lotsizing%20Wagner%20Rumus%20Z.jpg

dimana :    
C = biaya pesan per pesan.
h = biaya simpan.
P = biaya pembelian per unit.
Rk  = rata-rata permintaan perperiode.

https://sites.google.com/site/operasiproduksi/_/rsrc/1378516425692/perencanaan-kebutuhan-bahan/MRP%20Lotsizing%20Wagner%20Rumus%20Q.jpg

2.      Arti fe untuk biaya yang mungkin yang minimum i periode 1 sampai e, memberi bahwa tingkat persediaan pada ujung periode e adalah nol. Algoritma mulai dengan f = 0 dan mengkalkulasi f1, f2, ......... fn di dalam  pesanan itu, kemudian f dihitung dalam urutan menaik menggunakan rumusan
https://sites.google.com/site/operasiproduksi/_/rsrc/1378516425691/perencanaan-kebutuhan-bahan/MRP%20Lotsizing%20Wagner%20Rumus%20F.jpg

Dengan kata lain, untuk masing-masing periode semua kombinasi alternatif pemesanan dan fe perencanaan pengganti dibandingkan, yang yang terbaik biaya paling rendah kombinasi adalah perekam sebagai fe strategi untuk mencukupi kebutuhan untuk periode 1 sampai e. nilai fn adalah biaya adalah  jadwal pesanan yang optimal.
3.      Untuk menterjemahkan jumlah maksimum solusi (fn) yang diperoleh oleh algoritma untuk memesan jumlah, menerapkan berikut :
https://sites.google.com/site/operasiproduksi/_/rsrc/1378516425691/perencanaan-kebutuhan-bahan/MRP%20Lotsizing%20Wagner%20Rumus%20Fn.jpg
urutan terakhir terjadi pada periode w dan adalah cukup untuk mencukupi permintaan di dalam periode w  sampai N.

https://sites.google.com/site/operasiproduksi/_/rsrc/1378516425691/perencanaan-kebutuhan-bahan/MRP%20Lotsizing%20Wagner%20Rumus%20Fw.jpg
pesanan sebelum urutan terakhir terjadi di dalam periode v dan adalah cukup untuk mencukupi permintaan di dalam periode v sampai w-1.

https://sites.google.com/site/operasiproduksi/_/rsrc/1378516425691/perencanaan-kebutuhan-bahan/MRP%20Lotsizing%20Wagner%20Rumus%20Fw2.jpg
pesanan yang pertama terjadi di dalam periode 1 dan adalah cukup untuk mencukupi permintaan di dalam periode 1 sampai u-1.

·         Faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas relatif dari masing-masing teknik ukuran lot diantaranya adalah :
1)      Variabilitas permintaan, berkaitan dengan diskontinuitas dari variasi nilai “demand-period”.
2)      Ratio setup cost dan unit-cost, mempengaruhi frekuensi pemesanan.
3)      Kurun perencanaan, mempengaruhi teknik ukuran dalam menyeimbangkan setup dan carrying cost.
https://sites.google.com/site/operasiproduksi/_/rsrc/1378516425692/perencanaan-kebutuhan-bahan/MRP%20Lotsizing%20Wagner%20Rumus%20TIC.jpg

dimana :
C    = biaya pemesanan per periode
h    = persentase biaya simpan per periode
dt    = kebutuhan pada periode t
T    = periode awal dimana lot tentatif mulai dihitung
t    = periode ke - t
L    = periode terakhir yang ner req nya termasuk dalam lot tentatif
P    = jumlah periode yang net req nya termasuk dalam lot tentatif
TRC    = total biaya relevan pada periode P

Cara kerja sistim MRP adalah sebagai berikut: pesanan produk dijadikan dasar untuk membuat skedul produksi master atau Master Production Schedule (MPS) yang memberikan gambaran tentang jumlah item yang diproduksi selama periode waktu tertentu. MPS dibuat berdasarkan pada peramalan kebutuhan akan peralatan yang diperlukan, merupakan proses alokasi untuk mengadakan sejumlah peralatan yang diinginkan dengan memperhatikan kapasitas yang dipunyai (pekerja, mesin, dan bahan). Bill of Material mengidentifikasi material tertentu yang digunakan untuk membuat setiap item dan jumlah yang diperlukan yang dapat disusun dalam bentuk pohon produk (product structure tree). Bill of  material ini merupakan sebuah daftar jumlah komponen, campuran bahan dan bahan baku yang diperlukan untuk membuat suatu produk. Bill of material tidak hanya menspesifikasikan produksi, tetapi juga berguna untuk pembebanan biaya, dan dapat dipakai sebagai daftar bahan yang harus dikeluarkan untuk karyawan produksi atau perakitan. Bill of material digunakan dengan cara ini biasanya dinamakan daftar pilih.
Pohon Struktur Produk (Product Structure Tree) Pohon Struktur Produk (Product Structure Tree) adalah salah satu item informasi yang ada dalam Bill of Material. Pohon Struktur Produk (Product Structure Tree) didefinisikan sebagai bagan informasi tentang hubungan antara produk akhir dengan komponen-komponen penyusun produk akhir. Struktur produk merupakan suatu informasi tentang hubungan antara komponen dalam suatu perakitan, juga memberikan informasi tentang semua item, seperti nomor komponen dan jumlah yang dibutuhkan pada setiap pembelian.







Struktur produk dibagi lagi menjadi dua jenis, yaitu :
1.      Struktur produk single level yang menggambarkan hubungan antara produk akhir komponen-komponen penyusunnya dimana komponen-komponen tersebut langsung membentuk produk akhir atau berada satu level di bawah produk akhir.
2.                  Struktur produk multi level yang menggambarkan hubungan antara produk akhir dengan komponen penyusunnya dimana komponen-komponen tersebut memerlukan komponen-komponen lain untuk membuatnya dan begitu seterusnya. Bila dimisalkan untuk membuat 1 unit produk akhir X diperlukan 2 unit komponen A dan 1 unit komponen B. Sementara untuk membuat 1 unit komponen B diperlukan 3 unit komponen C dan 1 unit komponen D.
File Catatan Keadaan Persediaan (inventory status), berisi data tentang jumlah unit yang tersedia dan sedang dipesan, serta berbagai perubahan inventori sehubungan dengan adanya kerugian akibat sisa bahan, pesanan yang dibatalkan, dll. Intinya File Catatan Keadaan Persediaan (inventory status)  menggambarkan status semua item yang ada dalam persediaan, dimana semua item persediaan harus diidentifikasikan untuk menjaga kekeliruan perencanaan, juga harus berisi data tentang lead time, lot size, teknik lot size, persediaan cadangan dan catatan penting lainnya. Tiga sumber tersebut, skedul master, bill of material, dan inventory record menjadi sumber data bagi MRP yang akan menjabarkan skedul produksi menjadi rencana skedul pemesanan secara detil untuk keseluruhan urutan produksi.













g)      Manajemen MRP
1)      Dinamika MRP
·         Kegelisahan system : perubahan yang sering terjadi dalam system MRP
·         Pagar waktu : cara yang memungkinkan sebuah segmen jadwal induk dirancang sebagai “tidak untuk dijadwal ulang”
·         Pegging : terdapat dalam system perencanaan kebutuhan materian yaitu menelusuri daftar kbutuhan bahan (BOM) ke atas, mulai dari komponen ke barang induk.
2)      MRP dan JIT
3)      Pendekatan buket kecil, langkah2nya :
·         mengurangi buket MRP dari mingguan menjadi harian atau jam
·         penerimaan terencana dlm MTP dikomunikasikan ke area kerja untk tujuan produksi
·         persediaan dipindahkan ke pabrik berbasis JIT
·         setelah produk slesai, dipindahkan ke prsediaan dngn cara biasa
·         menggunakan back flush untk mngurangi saldo prsediaan
·         Bucket : unit waktu dlm sbuah system prencanaan kbuthan material (MRP)
·         System tanpa buket : data berfase waktu direferensikan dengan menggunakan catatan yang memiliki tanggal dan bukan dngn peiode wktu yang dtntukan/bucket
·         Back flush : sebuah system untuk mengurangi saldo persediaan dngn cara mengurangi smua yang ada pada daftar kebutuhan bahan pada saat unit selesai dikerjakan.
4)      Pendekatan arus yang diseimbangkan

h)     Dinamika MRP
Model MRP dapat disesuaikan untuk mencerminka perubahan-perubahan yang terjadi. Untungnya, kekuatan utama MRP adalah kemampuan perencanaan ulang yang tepat waktu dan akurat. Perubahan ini sering menghasilkankegelisahan sistem. Terdapat dua alat bantu yang sangat menolong ketika berusaha mengurangi kegelisahan sistem MRP. Alat bantu pertama adalah pagar waktu, yaitu cara untuk memungkinkan sebuah segmen jadwal induk untuk dirancang sebagai “tidak untuk dijadwal ulang”. Alat bantu kedua adalah pegging, yaitu menelusuri BOM ke atas, mulai dari komponen hingga ke barang induk.
i)        MRP dan JIT
Sebuah sistem MRP yang digabungkan dengan JIT memberikan yang terbaik bagi keduanya. MRP menyediakan jadwal induk yang baik dan gambaran kebutuhan yang akurat; kemudian, JIT cepat memindahkan bahan dalam lot yang kecil-keci, mengurangi persediaan barang setengah jadi (penjadwalan kapasitas terbatas atau ember, pendekatan ember kecil, pendekatan arus yang diseimbangkan, supermarket).


j)       Studi Kasus Mengenai MRP

“PERENCANAAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU MAJALAH MANGGALA PENGGUNAKAN METODE MATERIAL REQUIREMENTS PLANNING (MRP) ( STUDI KASUS CV. ADITYA MEDIA YOGYAKARTA”  

[img]
Text (PERENCANAAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU MAJALAH MANGGALA MENGGUNAKAN METODE MATERIAL REQUIREMENTS PLANNING (MRP) ( STUDI KASUS CV. ADITYA MEDIA YOGYAKARTA )) 
06660030_bab-i_iv-atau-v_daftar-pustaka_2 --- rev.pdf
 - Published Version 
Download (3MB) | Preview
[img]
Text (PERENCANAAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU MAJALAH MANGGALA MENGGUNAKAN METODE MATERIAL REQUIREMENTS PLANNING (MRP) ( STUDI KASUS CV. ADITYA MEDIA YOGYAKARTA )) 
06660030_bab-ii_sampai_sebelum-bab-terakhir.pdf
 - Published Version 
Restricted to Registered Academicians of UIN Sunan Kalijaga Only
 
Download (1MB)

Abstract

CV. Aditya Media Yogyakarta merupakan perusahaan yang bergerak di bidang percetakan dan penerbitan, salah satu produknya yaitu Majalah Manggala. Agar produksi dapat berjalan sesuai dengan apa yang telah direncanakan sebelumnya, maka perusahaan membutuhkan suatu perencanaan bahan baku. Dalam penelitian ini terdapat masalah mengenai persediaan bahan baku, dimana terjadi keterlambatan pengiriman bahan baku dalam hal ekspedisi. Oleh karena itu dibutuhkan suatu sistem perencanaan bahan baku yang tepat dan dapat meminimasi biaya persediaannya yaitu dengan metode MRP (Material Requirements Planning). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui teknik lot sizing mana yang menghasilkan biaya paling minimum dari persediaan bahan baku. Sumber data berasal dari sumber internal perusahaan. Teknik analisis yang dilakukan yaitu dengan mengeplot data permintaan masa lalu, peramalan dan MRP (Material Requirements Planning). Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan dari ketiga metode lot sizing yang digunakan (Lot for Lot, Part Period Balancing dan Algoritma Wagner Within). Metode lot sizing Algoritma Wagner Within menghasilkan biaya total persediaan paling minimum untuk setiap bahan baku Majalah Manggala pada CV. Aditya Media Yogyakarta.

 

 

 

 

Item Type:
Thesis (Skripsi)
Additional Information / Pembimbing:
Pembimbing: Yandra Rahadian Perdana, M.T.,
Uncontrolled Keywords:
CV. Aditya Media Yogyakarta, Perencanaan bahan baku, Persediaan bahan baku, MRP (Material Requirements Planning), Lot Sizing
Subjects:
Divisions:
Depositing User / Editor:
Zaenal Arifin, S.Sos.I., S.IPI.
Date Deposited:
25 Nov 2014 01:56
Last Modified:
23 Mar 2016 04:08
URI:










BAB IV
PENUTUP
a)      Kesimpulan
Perencanaan kebutuhan material (MRP) dapat didefinisikan sebagai suatu teknik atau set prosedur yang sistematis untuk penentuan kuantitas serta waktu dalam proses perencanaan dan pengendalian item barang (komponen) yang tergantung pada item–item tingkat (level) yang lebih tinggi (dependent demand). Ada 4 kemampuan yang menjadi ciri utama dari sistem MRP yaitu:
·         Mampu menentukan kebutuhan pada saat yang tepat.
·         Membentuk kebutuhan minimal untuk setiap item.
·         Menentukan pelaksanaan rencana pemesanan.
·         Menentukan penjadwalan ulang atau pembatalan atas suatu jadwal yang sudah direncanakan.

b)     Saran
Dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari bahwa masih jauh dari kesempurnaanya dan adapun kelemahan-kelemahan dari penulis dalam penulisan makalah ini, baik itu kurangnya fasilitas yang mendukung seperti buku-buku referensi yang begitu terbatas dalam menjamin penyelesaian penulisan makalah ini sehingga kritik dan saran yang bersifat  konstruktif baik itu dari bapak dosen maupun dari rekan-rekan mahasiswa/i sangatlah diharapkan untuk membantu prosses penulisan lebih lanjut.











Daftar Pustaka
·         Herry P. Chandra cs,2001, Material Requirement Planning
·         Zulian Yamit, Drs. Msi, Manajemen Persediaan, Penerbit Ekonesia Kampus Fakultas Ekonomi UII Yogyakarta.
·         Eddy Herjanto, Manajemen Produksi dan Operasi, Penerbit PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 1999.